GROUNDED RESEARCH

GROUNDED  RESEARCH

1. Apa itu Grounded ?
Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2003), dalam bukunya yang berjudul “Basics of Qualitative Research” mengatakan bahwa Grounded merupakan penelitian kualitatif tentang fenomena yang dijelaskan dan teori yang diperolehnya secara induktif. Dalam Grounded ; perihal data, analisis, dan teori saling terkait dalam hubungan timbal-balik. Disini teori digunakan bukan sebagai pembatas, tetapi lebih berperan sebagai kontrol peneliti terhadap fenomena. Grounded menempatkan analisis situasi secara kritis dan berpikir secara abstrak.
Disini Anselm Strauss, seorang Sosiolog yang berasal dari Universitas Chicago yang memiliki sejarah yang panjang dan tradisi yang kuat dalam penelitian kualitatif, beliau-lah yang mempelopori Teori-tisasi data sebagai metodologi. Pengalamannya menekankan bahwa pentingnya studi lapangan, jika ingin mengetahui apa yang terjadi. Pentingnya teori yang didasarkan pada fakta-fakta di lapangan. Pentingnya proses dan keragaman. Pentingnya pengalaman masa lalu ke masa kini. Memandang bahwa kondisi, makna, dan tindakan memiliki hubungan timbal balik.
Dalam teori-tisasi data yang dibutuhkan adalah prosedur. Disini prosedur tidak terikat oleh disiplin ilmu apapun. Para peneliti dari disiplin yang berbeda akan tertarik pada fenomena yang berbeda pula. Bahkan mungkin, fenomena yang sama dipandang secara berbeda karena pandangan dan minatnya yang berbeda. Misalnya ; tentang “Pemuda Mahasiswa”. Seorang perawat mungkin tertarik pada masalah kesehatan. Seorang Psikolog mungkin tertarik pada masalah pengembangan diri. Seorang Sosiolog mungkin tertarik pada pola perilaku mereka. Seorang pendidik mungkin tertarik pada proses dan pola pembelajaran. Fenomenolog mungkin akan tertarik pada pengalaman belajar. Tampak bahwa masing – masing memiliki perspektif sendiri yang mewarnai pendekatannya. Menurut Anselm Strauss, Grounded dapat memberikan prosedur untuk analisis data, yang akan mengarah pada pengembangan teori atau dengan kata lain, prosedur dirancang untuk menyusun teori secara sistematis.

2. Perumusan Masalah dalam Penelitian Grounded.
Merumuskan masalah dalam penelitian Grounded cenderung berorientasi pada proses dan tindakan. Untuk melakukannya, peneliti diberikan kebebasan dan kelonggaran untuk menggali fenomena secara mendalam. Semua konsep yang berhubungan dengan fenomena yang ada belum dapat diidentifikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pengajuan suatu bentuk rumusan yang berupa pertanyaan ( research question) yang akan memungkinkan peneliti untuk menemukan jawaban – jawaban atas suatu pokok persoalan penting yang belum terjawab. Pada mulanya, pertanyaan bersifat luas. Kemudian semakin dipersempit semakin difokuskan selama proses penelitian (ketika relevansi dan hubungan antar konsepnya telah diketahui). Tidak semua kemungkinan dapat terwujud. Namun rumusan masalahnya tidak perlu terlalu sempit, sehingga tujuan utama penggunaan Metode Teori-tisasi Data, dapat tercapai.
Rumusan masalah penelitian dalam teori-tisasi data, merupakan suatu pernyataan yang mengidentifikasi fenomena yang diteliti. Pada rumusan masalah, bisa diketahui apa yang hendak disoroti dan apa yang ingin diketahui mengenai subjeknya.
Berikut ini akan diberikan contoh perumusan masalah dalam penelitian Grounded sbb: “Bagaimana mahasiswa yang sedang bimbingan skripsi mengatasi literatur asing journal ilmiah yang akan dipakai sebagai data sekunder”. Pertanyaan yang masih umum ini, sudah cukup untuk penelitian Grounded. Dari pertanyaan tersebut, juga dapat disimak bahwa penelitian ini akan menyelidiki mahasiswa selama bimbingan skripsi dan yang memiliki keterbatasan waktu. Disamping itu, penelitian ini akan mengamati proses bimbingan dari sudut pandang mahasiswa. Dalam Teori-tisasi Data, perlu juga diamati perlakuan Dosen Pembimbing terhadap Mahasiswa. Walau hal ini merupakan bagian saja, tetapi tetap fokus pada penelitian Mahasiswa.

3. Merakit  Data  Penelitian  Grounded.
Dalam penelitian Grounded, data dan teori memiliki hubungan timbal balik artinya data dapat berkembang dengan adanya teori, tanpa pemahaman teori niscaya betapa beratnya untuk mengembangkan data. Sebaliknya, teori tanpa dicocok-kan dengan kondisi lapangan yang muncul, akan tidak dapat berkembang sesuai Grounded. Jadi penelitian Grounded membutuhkan teori, tetapi teori tersebut tidak boleh membatasi. Salah besar, kalau disebutkan bahwa Penelitian Grounded tidak perlu membaca teori atau literatur.
Karena itu langkah awal untuk mengembangkan data adalah dengan cara membangun kepekaan teori ( Theoretical Sensitivity ). Hal  ini penting untuk membangun kesadaran; “betapa peliknya makna dari sebuah data”. Dari kepekaan inilah kualitas penelitian akan tampak.        Persoalannya adalah masing – masing peneliti memiliki kepekaan yang berbeda ; ada yang cukup kuat, ada juga yang tidak cukup kuat. Sementara penelitian Grounded menuntut proses dan tindakan. Akan tetapi tidak perlu pesimis, kepekaan dapat dikembangkan dengan sejalannya proses waktu penelitian. Sekali lagi penting untuk di-ingat, bahwa membangun kepekaan teoritik bisa memberikan peluang yang lebih besar untuk mengembangkan teori berdasarkan Grounded.
Pengetahuan dan pemahaman tentang fenomena akan meningkat dan berkembang, tatkala tengah berinteraksi dengan data. Ber-interaksi disini dimaksudkan dengan hal membaca data, mengamati fenomena yang dimunculkan dalam data,  memikirkan tentang apa yang dilihat, terkadang merasa perlu untuk membuat mini-framework tentang keterkaitan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dalam sebuah data.
Kepekaan teoritik ini merupakan aspek kreatif dalam teori-tisasi data. Kepekaan ini memungkinkan adanya analisis untuk mengamati situasi dan data – data penelitiannya dengan cara baru, serta menggali data – data yang potensial untuk membangun teori. Sebagaimana yang dikatakan Selye dalam Strauss dan Corbin (2003) sbb: “yang didahulukan bukanlah mengetahui sesuatu, namun mengetahui keterkaitan yang erat antara sesuatu yang telah diketahui dengan yang sekarang belum diketahui, yang merupakan esensi dari suatu penemuan”.
Selama proses penelitian, semua data dan teori yang telah dipahami peneliti, hendaknya disikapi sebagai suatu hal yang bersifat tentatif. Inilah kaidah Grounded, kesemuanya perlu terus diperiksa kembali, dicocok-kan dengan data aktual, tidak boleh serta merta diterima begitu saja sebagai kenyataan benar adanya. Belum tentu katagori dan teori yang ada yang dipakai sesuai dengan fenomena yang dihadapi saat ini yang sedang diteliti. Sekali lagi sikap ini penting, sampai terbuktikannya dengan data aktual.

4. Merakit Data dan Penggunaan Literatur.
Dalam penelitian Grounded, Katagori – katagori didapatkan dari hasil temuan - temuan di lapangan, walau awalnya bisa dibangun melalui Theoritical Framework yang dikembangkan peneliti dari hasil literatur.
Sebelum kita lanjutkan, sepertinya penting untuk terlebih dahulu mengetahui ; apa itu katagori ? Istilah ini sangatlah familier dalam penelitian kualitatif. Bagi anda yang sudah pernah mempelajari penelitian kuantitatif (positivis), barangkali istilah yang familier adalah variabel.
Banyak pendapat yang berusaha untuk mendifinisikan  katagori, tapi ada juga yang merasa cukup dengan memahami saja. Jika dianggap perlu untuk mendifinisikan katagori, disini penulis berdasarkan pengalamannya ( field of experience ) berupaya mendefinisikan Katagori sbb: “Katagori tidaklah lain dari sebuah konsep yang telah memiliki nilai. Konsep dibangun dari abstraksi sebuah fenomena. Lalu apa itu fenomena ? Disini fonomena adalah abstraksi dari sebuah hasil pemikiran”. Dalam Grounded, katagori tidak boleh dibatasi dari yang sudah ada, melainkan patut dikembangkan sampai  didapatkannya dari data aktual.
Penelitian Grounded, tidak melakukan pengujian katagori, melainkan berupaya menemukan keterkaitan hubungan yang relevan antar-katagori. Katagori disusun dengan cara – cara baru, bukan dengan cara - cara baku. Jika katagori sudah tersusun, maka itu artinya sederet katagori sudah ter-identifikasikan, sehingga sangat mungkin memasuki tahap penemuan ( to explore ). Tetapi dalam Grounded, tidak cukup menemukan saja, melainkan perlu juga untuk menjelaskan ( to explan ) fenomena atas dasar teori, selama proses penelitian berlangsung.
Literatur memberikan pencerahan terhadap adanya konsep dan hubungan relevan yang dimiliki data. Journal ilmiah, dapat digunakan untuk meningkatkan kepekaan teoritik. Journal ilmiah seringkali memberikan uraian yang akurat tentang realitas, dengan ditambah interpretasi. Kita akan peka terhadap apa yang harus kita cari dalam data, sehingga kita mampu menemukan pertanyaan – pertanyaan Grounded.
Literatur filosofis dan teoritik juga dapat dicari dari aktifitas eksplorasi dan interpretasi data. Jika peneliti tertarik untuk pengayaan teori yang sudah ada, maka dapat memulai penelitiannya dengan teori tersebut dan mencoba mengungkap ; bagaimana teori bisa sesuai dengan situasi yang baru dan beragam yang dibedakan dari situasi sebelumnya. Disini nantinya, teori yang awal dapat diubah, dapat ditambah, atau dapat dimodifikasi disesuaikan dengan data aktual terkini.
Pada akhir pembahasan disini, kita coba melihat contoh penelitian Grounded yang diberikankan oleh Juliet Corbin (1987)  yang mengkaji tentang pengalaman pengidap kanker, yang dilakukan mahasiswa Sosiologi sbb:
“Mahasiswa hadir dalam pertemuan dan mengatakan bahwa dia ingin melakukan teori-tisasi data tentang literaturnya. Dia telah meninjau literatur berdasarkan wawancaranya. Wawancara itu memberinya arahan tentang literatur yang meski ditelusuri”.
Disini kita lihat bahwa literatur dibangun berdasarkan hasil wawancara, bukan hasil pemikiran mahasiswa setelah membaca journal atau buku lainnya. Bahkan dari hasil wawancara, mahasiswa menemukan arah tentang literatur yang meski dicari. Karena itu, mahasiswa merasa perlu untuk mendiskusikannya.
Selanjutnya ;
“sebagai contoh, ketika seorang pelaku  diwawancarai berbicara tentang jenis perawatan medis, maka mahasiswa sosiologi ini kemudian mempelajari jenis perawatan tersebut. Kemudian ketika pelaku diwawancarai berbicara tentang jenis perawatan non-medis, maka mahasiswa sosiologi ini mempelajari perawatan non-medis, seperti metode symington”.
Dengan demikian, mahasiswa sosiologi ini mendapatkan banyak jenis literatur, seperti ; literatur medis, biografi yang menerangkan pengalaman, literatur bentuk perawatan alternatif, dll.
Selanjutnya ;
“Juliet Corbin mulai mendengar dan berminat terhadap masalah yang diajukan oleh mahasiswa sosiologi ini (yang sebelumnya kurang mempedulikannya). Dikatakan bahwa teori ini memiliki hubungan timbal balik  antara data dan literatur. Penelitian mahasiswa sosiologi ini, bukan kajian tentang literatur, melainkan tentang pengalaman orang yang mengidap penyakit kanker”.
Penegasan Juliet Corbin ini, memberi dorongan dan kepercayaan bagi para mahasiswa atau peneliti pemula lainnya, untuk juga melakukan penelitian Grounded, dengan teori-tisasi data.


Selanjutnya ;
“Juliet Corbin penasaran dengan apa yang dikatakan mahasiswa sosiologi tersebut. Lalu muncul pertanyaan ; Bagaimana mahasiswa sosiologi ini menggunakan literatur atau bagaimana dia bisa menggunakannya. Hal pertama yang menarik; adanya perbedaan antara kanker sebagai penyakit, dan kanker sebagai pengalaman”.
Kritik Juliet Corbin, bila mahasiswa peka terhadap perbedaan ini, dia akan kembali ke lapangan. Untuk mengumpulkan data lagi guna menentukan pembandingan antara literatur dan data. Kemudian mempelajari sifat hubungannya. Literatur membicarakan kondisi yang mempengaruhi lamanya penyakit dan pengalaman pengidap kanker, serta bagaimana keduanya saling mempengaruhi.
Sekali lagi, mahasiswa atau peneliti dapat kembali ke lapangan. Berusaha mengetahui kondisi dan mengkaji ; bagaimana kondisi ini mempengaruhi lamanya penyakit dan pengalaman pelaku dalam mengidap penyakit. Sebagai contoh ; mahasiswa mendapatkan bahwa pengobatan tertentu dapat mengendalikan penyakit, namun sekaligus dapat menimbulkan kerontokan rambut, mual, dan penurunan napsu makan. Munurut Juliet Corbin, hal ini akan mempengaruhi pengalaman pasien. Kemudian tanggapan mereka tentang kanker sebagai penyakit, terutama jika membandingkan; apa yang mereka rasakan, dan bagaimana keadaan mereka, sebelum dan sesudah menjalani kemoterapi, atau perawatan lainnya (penyinaran dan pembedahan). Sebaliknya, bila kurang pengalaman tentang pengobatan tradisional ataupun pengobatan alternatif, pasien akan bergonta-ganti pengobatan, atau sama sekali tidak berobat.
Kesemuanya ini, merupakan spekulasi yang didasarkan pada literatur. Dalam Grounded, hal ini harus dilakukan pengecekan lapangan ; apakah sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak. Pengecekan ini tidak hanya sebagai upaya membuktikan tesis, tetapi juga memberikan petunjuk penyusunan tesis atau proposisi selanjutnya.
Dengan literatur, peneliti akan peka terhadap, Kondisi yang mempengaruhi pengalaman, strategi untuk menangani pengalaman dan konsekuensi dari suatu bentuk pengalaman.
Akhirnya dengan memilih literatur yang tepat, peneliti juga bisa banyak belajar tentang kondisi yang lebih luas atau lebih sempit yang mempengaruhi fenomena.

5. Metode Analisis Grounded : dengan cara Coding.
Dalam penelitian Grounded, cara Coding merupakan metode analisis; seperti menguraikan data, konseptualisasi, dan penyusunan kembali katagori – katagori  baru.  Inilah yang menurut Anselm Strauss (2003) dinamakan Teori-tisasi data.
Ketentuan Analisis dalam Grounded, sbb : Menyusun teori ; menekankan pada proses penelitian sampai menjadi teori, memberikan landasan ilmiah, memberikan kepadatan makna, mengembangkan kepekaan teori (theoritical sensitivity) dan kesesuaian realitas yang terbaik, bukan yang tercocok.
Langkah – langkah analisis Grounded dengan menggunakan metode Coding ini dapat dilakukan dengan cara sederhana sampai dengan cara – cara yang lebih rumit, metode tersebut adalah sebagai berikut: Open Coding ; Axial Coding ; dan Selective Coding.


5.1. Metode Analisis Grounded : Open Coding.
Open Coding merupakan metode analisis yang paling sederhana dalam penelitian Grounded. Open coding berkaitan dengan pemberian nama atau dengan kata lain yang lebih dikenal dengan sebutan : pelabelan. Disamping juga dalam open coding dilakukan  pengelompokan fenomena.
Selama open coding, data diuraikan menjadi bagian – bagian diskrit dan  pembandingan ; kemudian diajukan pertanyaan dalam bentuk open-ended question ( pertanyaan dengan jawaban terbuka ) yang berhubungan dengan fenomena.
Melalui proses, asumsi – asumsi yang sudah dibangun peneliti atau peneliti lainnya yang berkaitan dengan fenomena : dipertanyakan atau dengan kata lain dieksplorasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengantarkan pada penemuan baru.
Langkah – langkah dalam analisis open coding adalah ; menguraikan, memeriksa, mem-bandingkan, meng-konsepkan, dan meng-katagorikan.
Sebelum kita lanjutkan pada langkah analisis open coding, kiranya kita perlu memikirkan langkah strategis sebelum masuk ke area analisis. Langkah yang dimaksud adalah : apakah sebelum melakukan metode analisis Grounded, peneliti perlu memiliki langkah opsional yang menawarkan suatu langkah yang meringankan, ataukah hanya mengikuti prosedur baku Grounded tanpa pilihan. Jawabannya: bisa ya perlu atau bisa tidak perlu.
Jika peneliti merasa cukup literatur, maka bisa membuat pilihan untuk mengusulkan Proposisi (suatu bangun dugaan yang familier dalam penelitian kualitatif). Selanjutnya, jika peneliti merasa tidak perlu terlebih dahulu membuat proposisi, maka cukup membangun fenomena diskrit, tanpa mengusulkan proposisi terlebih dahulu. Barangkali inilah salah satu ciri keterbukaan penelitian Grounded.
Dalam penelitian Kualitatif dengan dapat menyebutkan fenomena secara jelas, berarti kita sudah mengambil langkah untuk menetapkan perhatian. Penetapan ini penting artinya dalam sebuah penelitian, sebagaimana yang dikemukakan oleh Earl Babbie (1986) dalam bukunya yang berjudul : “The practice of Social Research” yang mengatakan bahwa: langkah awal dari sebuah proses penelitian tercermin pada interest, idea, dan teori. Inilah yang barangkali lebih kita kenal dengan istilah perhatian, dalam penelitian Grounded.

A. Pelabelan dan Pengelompokan Fenomena.
Peneliti bisa saja menghitung data mentah sebanyak – banyaknya, tetapi bisakah mengkaitkan temuan yang satu dengan yang lainnya dan membahasnya dengan teliti. Disini barangkali penting untuk kita ingat kembali, bahwa konseptualisasi data merupakan langkah awal dalam analisis.
Dengan penguraian yang sekaligus peng-konsep-an, berarti kita sudah melakukan tindakan pemisahan bagian – bagian ; pengamatan, kalimat, memberi nama pada setiap ide, setiap insiden, atau peristiwa – peristiwa diskrit dengan sesuatu yang mewakili  fenomena. Kemudian muncul pertanyaan ; bagaimana kita bisa melakukan itu. Mulailah dengan langkah pertama, dengan mengajukan pertanyaan ; Apa ini ? lalu apa yang digambarkannya ? kemudian kita coba membandingkannya insiden – insiden tersebut. Selanjutnya barangkali untuk dicermati ; terhadap fenomena yang serupa, diberikan pelabelan yang sama. Karena sebagai antisipasi, kita bisa kesulitan dan bingung akan terlalu banyak pelabelan.
Kiranya untuk lebih memperjelas pemahaman kita tentang suatu kejadian yang bisa di analisis melalui Grounded, kita coba untuk memahami sebuah fenomena diskrit sebagai  berikut ini :
“saya melihat banyak putung rokok berserakan di jalan koridor kampus dan juga di halaman public area. Semula saya berpikirinsiden ini hanya sesaat dan tidak berulang. Tetapi, apa yang terjadi ? saya melihat insiden yang sama dan berulang terus menerus. Putung rokok berserakan di jalan setiap hari, tidak dibuang ditempat sampah. Kemudian saya bertanya – tanya ; ada apa ini ?Hasil pengamatan ;putung rokok dibuang di jalan dan  berserakan ; sementara barang sisa/bekas makanandan minuman dibuang  di tempat sampah”.
Inilah contoh dari sebuah fenomena diskrit ( fenomena yang saling bertolak belakang ). Kemudian fenomena ini diuraikan, diperiksa, dan dibandingkan dengan cermat satu – persatu.
Langkahnya sebagai berikut : dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan ter-fokus secara bebas ; mengapa putung rokok tidak dibuang ditempat sampah ? Sementara barang sisa makanan dan minuman di buang di tempat sampah. Lalu pertanyaan berikutnya : apakah memiliki perbedaan, barang sisa rokok dengan barang sisa makanan dan minuman ? disini barangkali juga penting menguraikan proses-nya sampai menjadi barang sisa. Misalnya ; bagaimana proses sampai menjadi putung rokok. Kita coba uraikan satu persatu kejadiannya sebagai berikut : 1/ korek api dinyalakan. 2/ untuk membakar rokok. Tindakan ini diberi kode sebagai mengawali. Kemudian, 3/ rokok dibakar dan dihisap agak dalam. Tindakan ini diberi kode sebagai upaya kerja. Selanjutnya, 4/ tembakau dan kertas rokok nyala bekerja. 5/ rokok dihisap lagi dengan pelan dan santai. Lalu dihembuskan dengan lembut, sambil sesekali memainkan asap yang dibuangnya. Tindakan ini diberi kode sebagai menikmati. Lalu, 6/ Hisapan demi hisapan dilakukan dengan sempurna dan sisa abu rokok dibuang sedikit demi sedikit. Tindakan ini diberi kode sebagai menikmati lagi. Kemudian, 7/ sudah dirasa cukup, api rokok dipadamkan. untuk menghentikan aktivitas merokok. Tindakan ini diberi kode sebagai mengakhiri. Lalu, 8/ Rokok yang telah padam tersebut berubah nama menjadi putung rokok ( in vivo ). Bersamaan dengan padamnya rokok, 9/ Putung rokok didiamkan, dibiarkan, atau ditinggalkan. Tindakan ini diberi kode sebagai menyisakan.
Ternyata setelah diurai terdapat sembilan peristiwa yang bisa diamati untuk sampai menjadi putung rokok. Disini kita coba cermati, proses yang terdekat sebelum  terbentuknya putung rokok, yakni api rokok dipadamkan. Lalu muncul sebuah pertanyaan : dengan cara bagaimana api rokok dipadamkan ? jika si perokok sedang duduk di depan meja dan diatas meja ada asbak, maka rokok akan dipadamkan dengan cara ditekan apinya dengan bantuan tangan, sampai api rokok padam dan putung rokok ditinggalkan di dalam asbak (literaturnya berkata begitu ). Bagaimana kalau di depan meja tidak ada asbak ?  dengan cara bagaimana si perokok memadamkan api rokoknya? Pertanyaan terus dimunculkan ; bagaimana kalau merokok sambil jalan ? dengan cara bagaimana si perokok memadamkan api rokoknya ? Pertanyaan – pertanyaan terus berkembang sampai mendekati fenomena dan mendekati realitas.
Kemudian untuk hal yang dibandingkan juga diuraikan prosesnya sampai menjadi barang sisa. Misalnya ; minuman teh kotak sampai menjadi barang sisa. Biasanya teh kotak dilengkapi alat sedot yang dinamakan sedotan (in vivo). Peristiwa pertama akan terlihat, 1/ sedotan diambil dari kotak teh dengan cara ditarik copot. Lalu, 2/ Sedotan diarahkan pada posisi yang benar dan ditusukkan pada lubang kotak teh yang sudah tersedia sampai menembus lubang. Tindakan ini dinamakan sebagai mengawali. Kemudian, 3/ Air teh di sedot sambil diminum, lalu dengan cara disedot dan disedot lagi. Tindakan ini dinamakan sebagai upaya kerja dan menikmati. Berikutnya, 4/ Jika air teh sudah habis, maka aktivitas menyedot berhenti. Tindakan ini dinamakan sebagai mengakhiri. Jika, 5/ masih belum yakin air teh dalam kotak sudah habis, mereka menggoyang – goyang kotaknya, untuk memastikan air teh sudah habis. Tindakan ini dinamakan sebagai mengecek. Kemudian, 6/ Jika dirasa air teh sudah habis, maka kotak teh sisa dan sedotan bekas dianggap barang sisa atau mereka sebut sampah ( in vivo ). Tindakan ini dinamakan sebagai menyisakan. Kemudian, 7/ Sampahnya di dibuang di tempat sampah. Tindakan ini dinamakan sebagai menempatkan.
Barangkali contoh ini bisa memadai untuk memahami apa yang dimaksud dengan pelabelan fenomena. Peneliti pemula biasanya cenderung meringkas, daripada meng-konsepkan data. Mereka biasanya mengulang secara singkat inti dari frase kalimat, dengan cara deskriptif. Cara demikian tidak sarankan, karena akan mendapat kesulitan untuk memperoleh konsepnya.

B. Penemuan dan Pelabelan Katagori.
Proses pengelompokan konsep - konsep yang tampak berhubungan dengan fenomena diskrit dinamakan peng-katagori-an. Kalau dalam penelitian Kuantitatif ( Positivis ), tentang kumpulan konsep – konsep tersebut dinamakan konstruk.
Dalam penelitian Kualitatif, fenomena yang digambarkan oleh suatu katagori diberi nama konseptual, namun nama ini harus lebih abstrak dari pada nama yang diberikan terhadap konsep yang dikelompokkan. Katagori memiliki daya konseptual, karena mampu mencakup kelompok konsep – konsep.
Untuk memudahkan pemahaman tentang penemuan katagori, kita tinjau kembali hasil penggalian konsep yang sudah kita beri pelabelan tersebut. Disini contoh yang ada memiliki in vivo, yakni pelabelan katagori yang diberikan oleh pihak lingkungan setempat atau lokal area sosial tertentu. Jadi peneliti bisa langsung memakai katagorinya dari in vivo yakni untuk barang sisa merokok dinamakan putung rokok, dan in vivo yang satu lagi yakni barang sisa makanan dan minuman dinamakan sampah. Dalam penelitian Grounded peminjaman nama in vivo ini, sah – sah saja.
Kita coba sekali lagi; bagaimana menemukan suatu katagori. Kita ambil contoh kejadian seperti yang dikemukakan oleh Anselm Strauss (2003) sbb : “kejadiannya, kami melakukan penelitian terhadap para suster kepala di dalam suatu unit rumah sakit. Ketika suster kepala dan peneliti mendiskusikan kebijakan dan prosedur unit tersebut, suster kepala tersebut menunjuk pada salah seorang dari LVN (licensed vocational nurse) dan mengatakan ; “dialah pengemban tradisi di unit ini”. Suster kepala tersebut terus menjelaskan bahwa LVN khusus ini bertanggung jawab atas pemberlakuan tradisi, peraturan, dan kebijakan unit ini bagi karyawan baru. Dia juga bertindak selaku penegak peraturan dan yang ber-hak menegur suster lainnya, bila dia mengetahui bahwa peraturan dilanggar”. Sekarang istilah pengemban tradisi ini  merupakan nama yang luas untuk suatu katagori. Maknanya menunjukkan dan mencakup semua hal yang dikatakan oleh suster kepala tentang orang tersebut (suster LVN). Dalam menggunakan istilah itu kita tidak hanya memiliki istilah yang bagus. Kita juga hendak mengembangkan katagori tersebut, tentunya harus diawali dengan penyusunan kata sifat – sifatnya.


5.2. Metode Analisis Grounded : Axial Coding
Sebelum melangkah ke area axial coding, Anselm Strauss (2003) mengingatkan kepada kita semua untuk meningkatkan kemampuan sensitivitas teoritik. Karena para peneliti sering gagal memasuki pembahasan analitik.
Dalam axial coding, data ditempatkan kembali dengan cara – cara baru dan membuat verifikasi keterkaitan antara sub-katagori dengan katagorinya ; lalu mengkaitkan katagori dengan paradigmanya ; memperhatikan kompleksitas ; bergerak diantara pemikiran induktif dan deduktif.
Beberapa fokus dalam axial coding  yakni : Pertama, Spesifikasi katagori berdasarkan kondisi yang memunculkannya yakni konteks (sejumlah sifat – sifat khusus) dari katagori tersebut. Disini yang dimaksud dengan kondisi adalah kondisi kausal : peristiwa atau insiden yang menimbulkan terjadinya atau terbentuknya suatu fenomena. Kedua, Strategi aksi untuk menangani, mengelola dan melakukan penyusunan katagori tersebut. Ketiga, konsekuensi dari strategi tersebut.
Meski open coding dan axial coding merupakan metode analisis dan prosedur yang khas dalam Grounded, peneliti harus menggunakan keduanya secara berganti-ganti pada saat melakukan analisis. Memang dalam melaksanakan analisis coding terlihat cukup rumit, itu sebenarnya karena realitas itu sendiri yang kompleks.
Kompleksitas ini dapat terlihat misalnya, pada kenyataannya dari suatu kondisi kausal jarang didapat sebuah fenomena. Sekali lagi, istilah kausal disini berbeda dengan istilah kausal pada penelitian kuantitatif positivis. Kondisi kausal bisa berupa segala kejadian (sikap, perilaku, opini, tindakan yang dilakukan seseorang), termasuk kejadian yang tak terduga, tergantung situasi. Kondisi kausal bisa berbentuk antacendent, yang biasanya dapat ditunjukkan dengan istilah – istilah sbb : “ketika, sewaktu, semenjak, karena, sebab, mengingat akan”. Sekalipun ketika ungkapan – ungkapan itu tidak muncul, kita bisa menempatkan kondisi kausal dengan berfokus pada suatu fenomena atau dapat melihat kembali data, untuk mengetahui suatu peristiwa, kejadian ataupun insiden yang mendahului-nya.
Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2003) memberikan contoh tentang adanya fenomena, yang juga memiliki kondisi kausal sbb : kata “sakit” dapat disebut sebagai fenomena ; dan kata “patah kaki” yang dapat disebut sebagai kondisi kausal. Penting untuk diperhatikan, sesungguhnya kita sedang mencoba untuk memberi perhatian pada sakit yang berhubungan dengan patah kaki.
Dalam Grounded Research masih dimungkinkan untuk membangun sebuah Paradigma, dengan menyusun tahapan – tahapan secara sistemetis sbb : diawali dengan mendudukan kondisi kausal dan fenomenanya, mendudukan konteks dan kondisi pengaruhnya, menyusun strategi aksi/interaksi, dan menetapkan konsekuensinya.

5.3. Metode Analisis Grounded : Selective Coding
Setelah meng-analisis data, baik melalui metode open coding dan axial coding, sekarang kita  masuk pada tahap analisis selective coding, dimana tugas yang akan dihadapi adalah menggabungkan katagori – katagori utama sesuai Grounded.
Anselm Strauss (2003) mengatakan bahwa tugas menggabungkan katagori – katagori utama ini merupakan tugas yang cukup sulit dan sering membuat para peneliti kebingungan, bahkan berlaku juga bagi peneliti yang  sudah berpengalaman sekalipun.
Sebelumnya Paul Atkinson (1983) juga pernah mengingatkan sbb : tugas penggabungan katagori merupakan salah satu hal tersulit bukan ? penggabungan katagori tidak bisa ditetapkan seperti pemecahan teka – teki atau soal statistik, juga tidak bisa dikerjakan atas dasar inspirasi yang romantis, namun tugas penggabungan itu harus diciptakan. Pada penggabungan akhir akan terlihat beraneka ragam, tidak bisa ditetapkan dalam satu versi.
Pada tahap dimana peneliti sudah merasa melakukan analisis Grounded, tetapi mengapa dalam dirinya masih terlintas pertanyaan; apakah yang tengah saya teliti ? ; apa temuan dari penelitian saya ini ? walau beberapa kesimpulan sudah tertuang dalam kertas kerja. Sesungguhnya persoalannya terletak pada ; bagaimana cara menjadikan kesimpulan, baik dalam bentuk umum, bentuk diagram, ataupun bentuk memo.
Sebelum kita masuk ke tahap analisis selective coding, langkah pertama yang penting diperhatikan adalah memahami ; apa itu story line ? bagaimana cara menyusun story line ?
Juliet Corbin (1987) memberikan contoh cara menyusun story line, yang berfokus pada bagaimana 20 wanita berpenyakit kronis mengatasi kehamilan sbb : Mereka dikelompokkan sebagai subyek di akhir trisemester kedua awal, dan dipantau selama 6 minggu pasca-kelahiran. Empat sampai lima wawancara terstruktur dilakukan kepada setiap wanita. Satu wawancara dilakukan pada tiap trisemester kehamilan. Satu wawancara dilakukan dalam satu minggu kehamilan dan yang terakhir pada enam minggu setelah kelahiran. Di samping itu, peneliti melakukan pengamatan dalam tiap kunjungan pra-kelahiran dan melakukan wawancara informal dengan para wanita pada masa-masa kunjungan tersebut. Jika suami mereka hadir selama wawancara, mereka juga diwawancarai atau diamati. Bila memungkinkan, peneliti juga menemani para wanita itu saat melaksanakan prosedur uji kehamilan tertentu yang mungkin harus mereka lakukan. Dalam kasus ini, diketahui ada bermacam penyakit yang meliputi diabetes, penyakit jantung, lupus, penyakit ginjal, dan hipertensi. Beberapa wanita itu mengalami kondisi kronis gabungan, misalnya penyakit diabetes dan ginjal. Terdapat seorang wanita pernah melakukan transplantasi ginjal.
Kami perlu menyarankan agar peneliti memulai penelitiannya dengan dilandasi minat untuk mengungkap perbedaan yang mungkin timbul dari penderita penyakit kronis dalam mengatasi resiko kehamilan. Peneliti tidak mendapatkan konsepsi bahwa para wanita tersebut berperan aktif dalam menangani resiko kehamilan. Dengan mulai memahami hal ini, perspektif peneliti berubah dari klinis medis menjadi perspektif yang lebih terbuka dan tidak terlalu bias. Seperti apa langkah – langkah analisis selective coding tersebut, mari kita ikuti tahap - tahapannya sebagai berikut :

A. Langkah – Langkah Analisis Selective Coding.
Setelah memehami story line dan kita sudah tahu bentuk dan  gambarannya, berikut kita akan masuk pada tahapan analisis  selective coding sebagai berikut :
Pertama : Menjelaskan story line (alur cerita). Maksud menjelaskan disini adalah  memberikan definisi peristilahan seperti; story (kisah) : yakni cerita deskriptif tentang fenomena penelitian utama ; Story line (alur cerita) : yakni konseptualisasi cerita ; dan katagori inti : yakni fenomena utama yang menggabungkan katagori lainnya.

Ke dua : Mengidentifikasi. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara menulis memo tentang inti ceritanya atau yang hendak diteliti. Misalnya kita ambil dari sebuah hasil penelitian Juliet Corbin ; yang memiliki inti cerita tentang : Bagaimana para wanita hamil yang terkomplikasi penyakit kronis mengatasi resiko yang berhubungan dengan kehamilan mereka.
Tiap kehamilan dikatakan tengah berjalan (on-course), yang menunjukkan bahwa resiko tengah ditangani. Atau tidak berjalan (off-course) yang menunjukkan bahwa resiko tidak ditangani. Para wanita hamil tadi mengatasi resiko yang mereka perkirakan muncul dalam upaya mendapatkan bayi yang sehat. Hasil yang diharapkan ini tampaknya merupakan dorongan utama yang memotivasi mereka melakukan apa-pun untuk meminimalkan resiko itu.
Catatan : mereka bukan-lah penerima perawatan yang pasif, melainkan justru memainkan peranan yang sangat penting dalam proses penanganan. Mereka tidak hanya bertanggungjawab atas pemantauan penyakit dan kehamilan mereka di rumah, tetapi juga membuat keputusan yang sangat aktif mengenai ketentuan yang harus mereka ikuti.
Catatan kasus : mereka mempertimbangkan pengaruh buruk pada bayi akibat dari prosedur seperti, pengaruh dosis obat yang digunakan selama kehamilan. Mereka dengan cermat mempertimbangkan resiko tersebut dan membuat keputusan tentang hal – hal yang perlu dilakukan. Jika menurut mereka Dokter telah membuat kesalahan, maka para wanita itu akan melakukan hal lain yang menurut mereka harus dilakukan.

Ke tiga : Konseptualisasi dan menemukan katagori inti. Disini peneliti dituntut bisa menemukan katagori yang cukup luas untuk mencakup gagasan utama, tentang penanganan resiko untuk melindungi janin yang tengah tumbuh. Cara demikian-lah yang dinamakan melangkah dari deskripsi ke konseptualisasi.
Pernyataan – pernyataan para wanita hamil tersebut dicermati secara analitik, dengan maksud untuk mendapatkan pelabelan dari fenomena utama. Dari contoh yang diangkat dari penelitian Juliet Corbin, tampak banyak katagori tetapi belum ada katagori yang cukup luas yang mencakup gagasan utama.
Peneliti terus bergulat dengan perenungan berpikirnya untuk mencapai hasil. Tahap konseptualisasi ini, terkadang diabaikan karena peneliti sudah merasa cukup analisisnya. Setelah menempuh waktu dan bahasan yang mendalam istilah upaya protektif dipilih sebagai katagori inti. Disini sekali lagi penting menjelaskan kata upaya. Kata upaya yang dimaksud disini adalah para wanita hamil melakukan tindakan untuk mengatasi resiko yang berkaitan dengan kehamilan mereka. Kata protektif : menunjukkan bahwa tindakan tersebut bersifat melindungi.
Catatan: Bentuk gramatikal katagori inti  bisa beraneka ragam. Pilihan ada pada peneliti, syaratnya label konseptualisasi cocok dengan story yang diwakilinya.

Ke empat : Mengaitkan Katagori – katagori Lain di Seputar Katagori Inti. Bagaimana katagori – katagori disusun dan disusun ulang berdasarkan hubungan paradigmanya agar sesuai dengan alur ceritanya ? yang disusun sbb : A (kondisi) mengarah pada B (fenomena), yang mengarah pada C (konteks), yang mengarah pada D (tindakan, termasuk strategi), yang kemudian mengarah pada E (konsekuensi). Untuk menjelaskan ini, kita kembali kepada pemaparan story tentang wanita hamil berpenyakit kronis misalnya sbb :
“Kondisi kronis mengubah sifat kehamilannya, yaitu bertambahnya unsur resiko yang seharusnya tidak ada. Interaksi antara penyakit dan kehamilan-lah yang menciptakan faktor resiko. Tiga puluh tahun yang lalu, para wanita yang mengalami diabetes, penyakit ginjal, dan lupus akan merasa beruntung, jika dapat melahirkan bayi dengan selamat. Karena kesehatan pada masa melahirkan sangat-lah beresiko, maka bisa hamil saja mereka merasa sudah beruntung. Saat ini, banyak penyakit kronis yang dapat dirawat dan diatasi, dengan demikian meningkatkan kesehatan para wanita selama usia melahirkan. Sementara kehamilan semacam itu, masih dipertimbangkan secara khusus, teknologi modern sudah benar – benar memberikan peluang bagi para wanita itu untuk melahirkan bayi dengan selamat dan sehat, dan meyediakan sarana penanganan masalah kehamilan baru yang mungkin timbul setelah melahirkan. Pada dasarnya semakin parah suatu penyakit, semakin sulitlah pemantauan gejalanya, dan semakin besar pula resikonya. Terdapat pula beberapa hal dalam masa kehamilan yang justru lebih berbahaya bagi personil kesehatan dibanding personil lainnya. Sebagai contoh ; minggu ke tiga puluh tujuh, merupakan titik balik Diabetes, sehingga pemantauan oleh Tim medis perlu diintensifkan, setelah masa ini”.
Catatan : Bagaimana para wanita hamil tadi mendefinisikan tingkat resiko. Mereka mengumpulkan data dari bermacam petunjuk. Mereka mendapatkan petunjuk dari dokter dan perawat mereka. Namun mereka juga mengandalkan pengalaman mereka dan orang lain dalam hal penyakit dan kehamilan. Mereka sangat berhati – hati pula terhadap janin mereka, menginterpretasikan gerakan dan pertumbuhannya berdasarkan ukurannya yang makin membesar. Mereka juga memantau ; apa yang mereka rasakan secara fisik. Menurut mereka, kesemuanya itu merupakan data untuk memperkirakan tingkat resiko.
Catatan lainnya : Para wanita hamil dan tim medis, menilai bermacam resiko yang berhubungan dengan beberapa perawatan yang berbeda yang dianjurkan. Mereka tidak hanya mengestimasi resiko yang ada pada bayi mereka namun juga pada mereka sendiri dan orang lain. Jika menurut para wanita hamil, dosis pengobatan tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah hingga dapat membahayakan bayinya, maka mereka akan berunding dengan dokter untuk mengganti pengobatannya atau mereka ganti sendiri. Jika pengobatan yang diberikan tidak tepat menurut mereka, maka mereka akan meminta untuk diganti. Jika permintaan mereka tidak dipenuhi, mereka mungkin akan meninggalkan rumah sakit itu dan meminta saran medis lain untuk menyelamatkan bayi dan diri mereka. Para wanita hamil itu juga mempertimbangkan resiko dari bermacam prosedur perlakuan terhadap peranan keluarga mereka di rumah sakit. Akan sangat sulit bagi wanita yang memiliki dua anak kecil yang harus diasuh. Jika tidak ada orang lain yang mengasuh anak – anaknya, maka kemungkinan ia tidak dapat beristirahat.
Penanganan merupakan peranan gabungan yang dilakukan oleh para wanita hamil dan tim medis. Memasuki sistem perawatan kesehatan, para wanita hamil ini melimpahkan sebagian dari peran penanganan kepada tim medis. Peranan yang dilimpahkan itu meliputi diagnosis dan penentuan perawatan. Sebenarnya pelaksanaan perawatan dapat dilakukan oleh para wanita hamil tersebut di rumah (tentu bersama suami), bila mereka tidak membutuhkan rawat inap. Strategi penanganan mereka seperti yang dilakukan oleh para dokter, ditujukan untuk mengontrol resikonya. Sebagian strateginya ditujukan untuk mengontrol resiko fisik yang membahayakan bayi dan diri mereka, sebagian lainnya untuk mengontrol kecemasan spikologis yang berhubungan dengan resiko fisik. Ayah bayi itu juga berperan menonjol, namun tidak langsung dalam proses penanganan. Peranannya lebih merupakan peranan pemberi dorongan. Bila memungkinkan, sang suami menyertai istri dalam pemeriksaan kelahiran. Mereka bisa dipastikan melakukannya, jika tidak sedang bekerja atau ketika si istri sedang menjalani prosedur khusus misal ; perlu rawat inap, atau memiliki keputusan penting lainnya yang harus dibuat. Hasil dari strategi pengendalian bisa bervariasi. Jika penyakit dan kehamilan ditangani secara bersamaan, maka resikonya akan berkurang dan harapan memperoleh bayi sehat akan tercapai. Terkadang resikonya tidak dapat diketahui. Meski ada upaya keras dari tim medis dan wanita hamil itu. Kehamilan bisa terganggu oleh suatu penyakit yang menimbulkan komplikasi persalinan. Ada bayi yang meninggal karena komplikasi, tidak lama setelah bayi lahir. Bayi lainnya berada dalam perawatan intensif untuk sementara, namun pada akhirnya berada dalam kondisi yang sehat. Para ibu itu menganggap bayi mereka sangat istimewa, karena banyak yang telah mereka pertaruhkan untuk mendapatkannya. Pengalaman ini menurut mereka semakin mempererat hubungan keduanya, karena mereka lalui bersama.
Demikian, Juliet Corbin (1987) menggunakan story line seperti  itu, dimaksudkan  sebagai garis pedoman. Analisis mulai dapat disusun dan meyusun ulang katagorinya berdasarkan paradigmanya, hingga katagori itu tampak sesuai dengan story line-nya dan memberikan analitik dari story line-nya. Jika story line itu dipaparkan dengan akurat dan logis, pengurutan katagori akan berlangsung tanpa banyak kesulitan. Grounded Research merupakan model yang berorientasi pada tindakan.

Ke lima : Meng-absah-kan Hubungan Antar-katagori. Peneliti dapat menuliskan pernyataan analitik mengenai hubungan antar-katagori. Pernyataan tentang penanganan kehamilan yang bisa digambarkan sbb : pada kondisi kehamilan yang terkomplikasi dengan penyakit kronis, para wanita melakukan tindakan perlindungan untuk menangani resiko – resiko yang diterima dengan memperkirakan tingkat resiko, menyeimbangkan pilihan perawatannya, dan menggunakan proses penanganan gabungan (diistilahkan : pengendalian) agar dapat mengatasi resiko dan memperoleh bayi yang sehat.
Dengan membuat pernyataan seperti  demikian, peneliti bisa kembali kepada data atau ke lapangan, untuk mengabsahkan dan membuktikannya ; apakah pernyataan tersebut memiliki pengertian luas bagi tiap orang yang diteliti ?

Ke enam: Men-sistematika-kan Hubungan dan Mengidentifikasi Konteks (pembandingan konteks/perbedaan konteks). Dalam rangka upaya  mensistematikakan hubungan dan mengidentifikasi konteks,  Juliet Corbin (1987) menggunakan metode gabungan pemikiran Induktif dan Deduktif, untuk membentuk pola – pola hubungan.
Untuk memperjelas  langkah ini, kita bisa mengambil contoh dari sebuah katagori upaya protektif, yang sifat – sifatnya diidentifikasi sebagai : persepsi terhadap resiko, yang berkisar dari tinggi ke rendah dan jangka waktu kehamilan/penyakit, yang berkisar dari berkembang (on-course) hingga tak berkembang (off-course). Kesemuanya itu digabungkan dalam bermacam pola untuk membentuk konteks tindakan. Disini diidentifikasi menjadi empat konteks sbb:
(1)    Konteks beresiko rendah dan berkembang.
(2)    Konteks beresiko tinggi dan berkembang.
(3)    Konteks Non-kritis dan tak berkembang.
(4)    Konteks kritis dan tak berkembang.

Ke tujuh : Mengelompokkan katagori – katagori pasca terpilihnya konteks. Setelah mengidentifikasi perbedaan konteks, peneliti dapat mulai mengelompokkan katagori. Katagori – katagori tersebut dikelompokkan sepanjang rentang ukuran sifat – sifatnya, sesuai dengan pola – pola yang sudah dipilih.
Caranya : dengan mengajukan pertanyaan dan melakukan pembandingan. Kita kembali kepada pengalaman  Juliet Corbin (1987) tentang wanita hamil dan berpikir katagorinya, yakni penilaian. Salah satu sifat penilaian adalah berdasarkan  tanda – tanda yang ada. Pada para wanita itu, diketahui ada tanda – tanda tentang sifat faktor – faktor resiko yang oleh mereka dianggap saling berkaitan. Tanda – tanda itu memiliki sub-sifat, yakni jenis tanda – tanda. Jenis tanda – tanda ini, kita uraikan lagi menjadi ; tanda – tanda fisik, interaksi, temporer, dan objektif pada Konteks Beresiko Rendah dan Berkembang.
Berbeda dengan Konteks Beresiko Tinggi dan Berkembang. Selanjutnya ; bagaimana tanda – tanda tersebut bisa berbeda dengan Konteks Non-kritis dan tak berkembang, dan dengan Konteks Kritis dan tak berkembang ?
Dalam penelitian kehamilan, tidak hanya penilaian yang dianalisis, tetapi juga ; faktor – faktor resiko, penyeimbang, pengendalian, dan hasil.
Caranya : Peneliti mengajukan pertanyaan ; bagaimana perbedaan  resiko penyakit dan kehamilan berbeda untuk masing – masing konteks ?  pilihan – pilihan apa yang diambil oleh para wanita tersebut dalam tiap konteks dan bagaimana keinginan mereka mendapatkan bayi yang sehat mempengaruhi keputusan yang mereka buat ? Dalam bentuk apakah penanganan kerjasama dalam tiap konteks sehubungan dengan strategi pengendalian ? Bagaimana hasil strategi tersebut bisa berbeda ? Dengan mengkaji data, sejumlah analitik tidah dapat dihindari. Sehingga data – data itu sekarang tidak hanya berkaitan pada tingkat konseptual yang luas, tetapi juga pada tingkatan sifat dan ukuran pada katagori inti.

Ke delapan : Membumikan Teori. Disini kita akan coba untuk membumikan teori, suatu istilah yang cukup familier dalam  Grounded Research. Caranya : Juliet Corbin (1987) memberikan contoh untuk membumikan teori atau menyusun teori secara naratif tentang ketentuan protektif sbb :
a/ Upaya Protektif pada konteks resiko rendah dan berkembang      (on-course). Resiko dinilai relatif rendah, kehamilan dan penyakit dianggap tengah dalam proses berlangsung karena jangka waktu resikonya – penyakit dan kehamilan – stabil. Tanda – tanda fisik, interaksi, temporer, dan obyektif yang menjadi landasan bagi para wanita itu untuk penilaian tersebut meliputi : ringannya gejala – gejala fisik penyakit, normalnya hasil – hasil test medis, normalnya denyut jantung, normalnya pertumbuhan bayi, dan adanya gerakan pada janin. Para wanita itu merasa sehat dan yakin bahwa penyakit mereka terkendali. Hal itu mereka rasakan di masa – masa kehamilan. Sebagai hasil dari penilaian mereka , para wanita itu menyimpulkan bahwa masalah yang mereka hadapi adalah bertahan agar resikonya tetap terpantau ; penyakit dan kehamilannya berkembang (on-course) seperti yang diharapkan.
Mereka menetapkan pilihan berdasarkan penyeimbangan ketika dihadapkan pada beberapa alternatif perawatan. Sebagian dari mereka saat itu mampu menghentikan pengobatan beresiko, sebagian lainnya menurunkan dosisnya. Perawatan lainnya misalnya istirahat dan diet dianggap cukup fleksibel. Para wanita itu melakukan segala yang diperlukan dalam batas toleransi dan peranan keluarga mereka.
Penanganan bersama dalam konteks ini dapat dijabarkan sebagai pengendalian tambahan (adjunctive control), yakni pembagian tanggung - jawab antara para wanita tersebut dengan tim kesehatan. Para wanita itu menganggap peranan tim kesehatan sebagai bantuan pendukung. Stabilitas penyakit dan kehamilan serta kepercayaan diri para wanita itu mengenai kemampuannya dalam melakukan pengaturan merupakan salah satu kondisi pemengaruh yang memungkinkan jenis penanganan ini. Strategi pengendalian oleh tim kesehatan bisa dijabarkan sebagai pemantauan kesehatan terhadap para wanita tersebut dan janin mereka. Pemantauan tim ini seringkali dilakukan dibawah kekangan karena padatnya jadwal para dokter dan karena kehamilan tersebut tidak terlalu membutuhkan waktu dan tenaga para personil.
Strategi pengendalian oleh para wanita tersebut dapat dikatakan sebagai investasi untuk kesehatan bayi dan diri mereka. Jenis pengendalian ini dilakukan melalui beberapa taktik. Misalnya ; Para wanita tersebut relatif sangat taat terhadap prosedur medis, bila dibandingkan dengan saat mereka tidak hamil. Karena banyak yang telah menjalani pengobatan untuk mengatasi penyakit, mereka cukup berhati-hati dalam menghindari Terotogenik, misalnya ; minum kopi dan alkohol. Mereka lebih suka membiarkan sakit kepala untuk menghindari konsumsi obat – obatan semacam aspirin. Mereka meningkatkan diet dengan lebih banyak makan sayur – sayuran dan meningkatkan konsumsi protein. Untuk melakukan semua itu, diperlukan beberapa penyesuaian di rumah, para wanita itu merasa dukuang keluarga sangat membantu. Para wanita itu sangat berhati – hati, sering bernegoisasi dengan para dokter untuk mengurangi dosis obat, meminta untuk lebih banyak istirahat. Strategi penanganan yang dilakukan oleh para suami mereka dalam hal ini dapat dijabarkan sebagai melindungi miliknya. Taktik para suami, diantaranya mengingatkan istrinya untuk tetap mengikuti prosedur perawatan, memuji upaya istri mereka, dan berperan-serta dalam mengumpulkan informasi tentang kebutuhan khusus yang berhubungan dengan kehamilan.
Para wanita itu mengalami beberapa kecemasan psikologis ; mereka menghadiri pertemuan yang membahas kehamilan, memberi nama bayi mereka, membayangkan penampilannya, membeli pakaian dan perabotan. Kesemuanya itu untuk mengurangi kecemasan yang mungkin timbul, mereka berusaha berpikir dan berimajinasi positif.
Ada kalanya persepsi tentang resiko berbeda antara si wanita dan tim kesehatan. Para wanita itu menganggap resikonya lebih tinggi, sedangkan tim kesehatan menganggap sebaliknya. Bila hal ini terjadi, masing – masing pihak menggunakan strategi dan kontra-strategi dalam upaya saling menyakinkan. Kadang – kadang mereka berhasil, namun ada kalanya mereka gagal.
Bila upaya pengendaliannya berhasil ; resiko akan berkurang, kehamilan dan penyakitnya tetap berkembang (on-course). Upah dari upaya mereka adalah berkurangnya resiko, bayi dan ibu sehat. Para wanita itu mendapatkan pemulihan kesehatan pasca melahirkan, sebagaimana yang mereka harapkan. Mereka juga bersedia melahirkan kembali. Segera setelah pemulihan, dan enam minggu kemudian para wanita itu menunjukkan kasih sayang yang besar terhadap bayi mereka.
b/ Upaya Protektif pada Konteks Non-kritis dan Tak Berkembang. Resiko dinilai cukup tinggi, kehamilan/penyakit dinilai tak berkembang (off-course), karena ada sesuatu yang tidak beres pada penyakit dan kehamilan tersebut. Salah satu atau keduanya tidak lagi stabil. Komplikasi medis atau persalinan dapat mengancam bayi, namun belum sampai pada tingkat kritis. Tanda – tanda yang menjadi dasar penilaian para wanita itu meliputi : meningkatnya gejala medis, misalnya; kesulitan bernafas atau kelelahan, sehingga aktivitas rutinnya mengalami hambatan. Tanda – tanda lain adalah meningkatnya komplikasi persalinan, misalnya ; kelahiran prematur, pendarahan, kejang nipas, atau salah seorang wanita diberitahu bahwa pertumbuhan bayinya tidak memadai, yakni terlalu kecil untuk usia kelahirannya. Atau ketika telah mencapai tiga puluh tujuh minggu, tim perawat kesehatannya meningkatkan pemantauan, termasuk penggunaan uji persalinan tambahan. Meski begitu, ada tanda – tanda positif yang meyakinkan para wanita itu bahwa mereka masih memiliki kesempatan untuk melahirkan bayi yang sehat. Denyut jantung janin yang kuat dan sejumlah gerakan janin yang normal merupakan tanda – tanda yang melegakan. Masalah yang menurut mereka muncul selanjutnya adalah mengendalikan penyakit/kehamilan, dan memulihkannya untuk mengurangi resiko.
Para wanita itu masih sangat termotivasi oleh keinginan mereka untuk memiliki bayi yang sehat. Untuk saat ini, penyeimbangan lebih rumit karena tidak banyak alternatif perawatan yang dapat mereka pilih. Mereka harus melakukan tukar – menukar (trade-off). Kadang – kadang pengamanan kehamilan harus dilakukan dengan menjalani pengobatan beresiko rendah. Demikian juga, tinggal di rumah sakit berarti meninggalkan pekerjaan, anak – anak, dll. Di sini para wanita, juga harus memilih antara menjaga kesehatan bayi, kestabilan pekerjaan dan rumah tangganya. Bayi lebih mendapat prioritas, namun pengambilan keputusan ini pada awalnya seringkali sulit dilakukan.
Penanganan bersama dalam kondisi ini diistilahkan dengan pengendalian yang dipercayakan. Ketidakstabilan penyakit/ kehamilan dan kepercayaan diri para wanita itu bahwa tim kesehatan dapat menurunkan resiko tersebut, merupakan kondisi pemengaruh yang memungkinkan dilakukannya jenis pengawasan ini. Tim kesehatan menanggapi hal itu dengan meningkatkan upaya pengawasan terhadap mereka dengan taktik –taktik seperti lebih sering menjenguk para wanita tersebut, berdiskusi dengan para dokter lain meningkatkan uji medis dan uji persalinan agar lebih dapat melakukan penanganan. Strategi pengendalian para wanita tersebut untuk saat ini diistilahkan dengan mengambil tindakan yang perlu. Mereka meningkatkan pemantauan gejala dengan melaporkan semua perubahan yang terjadi kepada dokter. Mereka mengubah kegiatan sebagaimana diperlukan, sekalipun harus tinggal di rumah sakit dan meninggalkan keluarga. Prosedur pengobatan harus diikuti dengan tepat. Situasi di rumah sering kali menghambat upaya penanganan mereka. Jika seseorang tidak mendapati orang yg dapat mengasuh anaknya yg lain, berarti dia tidak dapat diopname, tetapi perawatan harus dilakukan sebaik mungkin di rumah. Opname dianggap perlu secara medis, namun akan mengganggu keadaan di rumah. Karenanya, para wanita tersebut menggunakan telepon untuk tetap menjaga hubungan terbuka antara rumah sakit dan rumah mereka.
Pada tiga kasus, ada beberapa wanita yang merasa bahwa perawatan yang mereka jalani di rumah sakit benar – benar mempertinggi resiko bagi diri dan bayi mereka. Karena negoisasi gagal menghasilkan perubahan prosedur perawatan, maka mereka memilih strategi pelaksanaan pengendalian terwakili, dengan meninggalkan rumah sakit untuk menyelamatkan bayi dan diri mereka.
Upaya penanganan oleh para suami dalam konteks ini diistilahkan sebagai pemberi perawatan temporer. Mereka tidak hanya harus menyediakan dukungan ekstra bagi istri, bahkan kadang – kadang mengambil alih hal – hal yang biasanya menjadi urusan istri di rumah. Karena khawatir tidak akan mendapatkan bayi sehat. Para wanita itu menggunakan strategi protektif dengan menunda pengobatan untuk bayi sebelum resikonya menurun. Bila upaya penanganannya berhasil, kehamilan/penyakitnya bisa diatasi dan resikonya akan menurun. Dengan begitu, para wanita tersebut akan dapat memperoleh bayi yang mereka harapkan.
Kelahiran bayi sehat dianggap sebagai kelegaan yang luar biasa. Kelahiran terjadi baik lewat normal maupun operasi caesar. Ada dua bayi yang terlalu kecil untuk usia kelahiran mereka. Sebagian wanita memilih untuk tetap membuka peluang bagi kehamilan berikutnya. Sebagian lainnya menutup peluang itu karena menurut mereka, resikonya terlalu besar. Memang sebagian wanita mengalami keterlambatan dalam kesiapan emosi dan fisik untuk melahirkan bayi selama kehamilan, namun kesemuanya menunjukkan sikap positif setelah bayi mereka lahir.
Selanjutnya, melakukan langkah analisis kembali ; apakah pernyataan tiap – tiap kasus tersebut di atas sudah sesuai atau cocok dengan anggapan umum, atau dengan sebagian besar kasus, meski tidak harus cocok betul. Langkah lainnya, dapat memodifikasi dan pengubahan pernyataan secara kontinu sampai di dapat kesesuaian secara umum. 

B. Menyikapi Kondisi Transisi pada Grounded.
Terkadang Peneliti menjumpai kasus Prototipikal, yakni yang benar – benar cocok dengan polanya. Meskipun tidak ada yang benar – benar cocok itu. Peneliti berupaya menempatkan kasus – kasus dalam konteks yang paling cocok, bukan yang paling baik. Juga disatu sisi Peneliti tidak dapat memaksakan adanya kesesuaian. Misalnya, beberapa kasus tidak cocok dengan teori manapun. Disini seorang Peneliti terus dituntut untuk berpikir; apa yang menyebabkannya ?
Kondisi transisi dalam kejadian atau peristiwa apapun bisa muncul, karena adanya perubahan yang tengah terjadi. Perubahan bisa mengubah sifat ukuran dan mengubah konteks yang menyebabkan munculnya tindakan. Juga adanya kondisi pemengaruh yang acap kali ikut berperan. Misalnya, tidak mustahil seorang wanita dapat mengatakan bahwa berbaring di tempat tidur selama sembilan bulan, dirasakan amat berat. Meskipun ia sungguh – sungguh menginginkan bayi. Barangkali wanita tersebut akan memilih  prosedur yang tidak begitu protektif terhadap janinnya, tetapi lebih protektif bagi kepentingannya yang lain. Kenyataan ini, tidak perlu meniadakan teori, yakni Protektif yang sedang dibangun atau pernyataan - pernyataan tentang hubungan antar katagorinya, tetapi justru menunjukkan adanya variasi. Jika peneliti menemukan kasus seperti ini, maka peneliti menyusun kembali dan menemukan penyebab adanya variasi tersebut. Bila sudah teridentifikasi, kondisi – kondisi tersebut dapat di susun menjadi teori.
Peneliti terus melakukan pengamatan pada bagian – bagian secara  runtut, dan tidak beranggapan bahwa hasil wawancara merupakan satu kesatuan yang tunggal. Penting untuk diingat ! dalam Grounded yang diamati dan yang dianalisis adalah Insiden, kejadian, dan peristiwa, bukan kasus.
C. Mencapai Nilai Tambah: dengan mengatasi kesenjangan dalam katagori.
Peneliti dapat kembali pada pengamatan katagori dan mengamati rincian yang terlewat. Langkah demikian sering dilakukan bagi peneliti – peneliti yang hendak mem-publikasikan hasil riset dalam sebuah Journal. Langkah ini penting, untuk memberikan kepadatan konsep pada teori dan bila perlu menambahkan atau menonjolkan kekhususan konsep. Penulisannya sendiri tidak banyak menghasilkan kesenjangan rumusan teori. Peneliti bisa kembali ke lapangan, untuk  mengumpulkan data yang diperlukan guna mengisi kesenjangan dalam rumusan teori. Proses pengisiannya dapat dilakukan dengan memilih katagori yang tampak kurang tertata atau tampak ada yang masih kurang.

  By : Wisnu Wirandi,S.Sn

Post a Comment for "GROUNDED RESEARCH"