Paradigma, Pendekatan, Teori, dan Metode Dalam Antropologi





1. Paradigma

A. Pengertian
             Seperangkat keyakinan mendasar, semacam pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakan-tindakan manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam karya ilmiah.

B. Kelompok Paradigma

  Lincoln dan Guba membedakan paradigma menjadi empat kelompok:
- Positivisme
- Postpositivisme
- Kritisisme
- Konstruktivisme

a. Paradigma Positivisme

      Muncul sekitar abad ke-19 dipelopori oleh seorang sosiolog, Auguste Comte dengan bukunya yang berjudul Cours de Philosophie Positive (1830). Menurutnya, realitas sama dengan hukum alam sehingga penelitian berfungsi untuk mengungkapkan kebenaran realitas. Positivisme menolak metafisika; empirisme dianggap sebagai objek utama penelitian; pengetahuan tidak melebihi fakta yang ada. Oleh karena itu, istilah positif diartikan dengan: a) lawan negatif; b) jelas, terang, dan pasti; c) ilmu pengetahuan yang dapat diindra. Ilmu positivistik selanjutnya terdiri dari enam jenis, yaitu: ilmu pasti, astronomi, fisika, kimia, biologi, dan sosiologi. Postpositivisme bertujuan untuk menyempurnakan positivisme. Postpositivisme bersifat kritis. Benar, sesuai dengan hukum alam, realitas ada juga dalam visi postpositivisme, tetapi realitas yang dimaksud di sini tidak dapat dilihat dengan benar oleh peneliti. Oleh karena itu, observasi saja tidak cukup, tetapi harus dilengkapi dengan triangulasi. Dengan demikian, hubungan objek dengan peneliti tidak terpisah (seperti positivisme), tetapi bersifat interaktif, saling memengaruhi.


b. Paradigma Kritisisme
       Secara ontologis, teori kritis sama dengan postpositivisme. Perbedaannya, teori kritis memberikan intensitas pada subjektivitas.
c. Paradigma Konstruktivisme
          Konstruktivisme berpandangan bahwa realitas terdiri dari beraneka ragam bentuk, tidak bisa digeneralisasikan; hubungan antara objek dan subjek merupakan satu kesatuan. Temuan merupkan pendapat yang bersifat relatif, subjektif.


C. Pendekatan
                  Pendekatan (approach) adalah perlakuan terhadap objek. Pendekatan bukan teori, metode, atau teknik; tetapi dalam pendekatan terkandung teori, metode, teknik, instrumen, dsb. Istilah lain dari  yang pendekatan adalah: penghampiran, perspektif, titik pijak, dimensi, dan kaca mata. Pendekatan adalah cara mendekati objek (karya budaya sebagai struktur makna) sehingga objek tersebut dapat diungkapkan secara jelas. Pendekatan disejajarkan dengan ilmu tertentu, seperti: pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, pendekatan historis, pendekatan psikologis, dsb. Pendekatan berkaitan dengan jangkauan objek yang mungkin dicapai, seperti: pendektan  makro dan mikro, monodisiplin dan multidisiplin. Pendekatan dikaitkan dengan sudut pandang tertentu, seperti: ekstrinsik dan intrinsik, objektif dan subjektif, ekspresif dan pragmatik, etik dan emik. Pendekatan dikaitkan dengan kerangka pemahaman tertentu dengan dimensi-dimensi yang dianggap sebagai satu-kesatuan, seperti: objektif-mimetik-ekspresif; bentuk-fungsi-makna. terdapat lima pendekatan dikotomis, yakni :


Deskriptif ›‹ Komparatif
Idiografik ›‹ Nomotetik
Sinkronik ›‹ Diakronik
Etik          ›‹ Emik
Tekstual   ›‹ Kontekstual

D. Teori

       Pada umumnya, teori lahir setelah terjadi akumulasi dan uji coba konsep-konsep dalam waktu yang relatif lama. Contoh kasus: teori strukturalisme: 340 SM (Aristoteles)—Awal Abad ke-20. Teori-teori sastra dan kebudayaan berkembang pesat setelah ditemukannya teori strukturalisme pada awal abad ke-20. Kemudian berkembang menjadi semiotika, dan diikuti oleh berbagai teori lainnya, yang secara keseluruhan disebut sebagai postrukturalisme.
1. Teori Kritis
             Kritis berarti memiliki pikiran tajam, tidak lekas percaya; teori yang dikemas dengan menggunakan konsep-konsep yang tajam sehingga sulit untuk dibantah kebenarannya. Kritis didefinisikan sebagai teori-teori yang mengkritik teori positif, baik sebagai konsep maupun sebagai objek yang dianalisis (cara-cara penerapannya di lapangan). Teori kritis berasal dari Marxisme Hegelian yang lebih awal, yang juga disebut sebagai neo-Marxisme, kemudian dikembangkan melalui Mazhab Frankfrut yang dianggap sebagai gagasan Felix J, Weil. Program yang dikembangkan oleh teori kritis bersifat interdisipliner dengan melibatkan berbagai bidang ilmu, seperti: filsafat, kritik sastra, sosiologi, psikologi, musikologi, ekonomi, politik, dan hukum. Tujuan teori kritis secara etimologis adalah menolak positivisme, secara metodologis membentuk konsep-konsep interdisipliner itu sendiri. Dengan latar belakang yang sama—menolak dominasi positivisme, dari bidang sastra lahir teori formalisme di Rusia. Tahun 1930-an, sebagai akibat adanya perbedaan pendapat dengan komunisme Rusia, formalisme pindah ke Cekoslovakia (Praha) yang kemudian formalisme Praha ini pada umumnya disebut strukturalisme. Dengan campur tangan Nazi, formaslisme (strukturalisme) Praha ini kemudian pindah ke Amerika dengan mendirikan kritik baru, kemudian dikembangkan dan disempurnakan menjadi teori postrukturalisme.


Pembagian Teori :
 Teori-teori Strukturalisme
1. Teori Evolusi
2. Teori Difusi
3. Teori Fungsi
4. Teori Struktur
5. Dll.


Teori-teori Postrukturalisme
1. Teori Semiotika
2. Teori Heurmeneutik
3. Resepsi
4. Interteks
5. Feminis
6. Interaksi Simbolik
7. Hegemoni
8. Postkolonialisme,
9. Dekonstruksi
Dll.

          Teori semiotika berfungsi untuk membongkar hubungan searah antara penanda dan petanda sehingga menghasilkan lautan makna. Teori Heurmeneutik berfungsi untuk menggli makna sesuatu objek, gejala, atau peristiwa melalui penafsiran. Teori resepsi berfungsi untuk memahami hegemoni subjek kreator dalam rangka memberikan makna kepada pembaca, pemirsa, dan masyarakat penanggap secara keseluruhan. Teori interteks berfungsi untuk menganalisis jaringan teks dalam rangka menemukan hubungan antarteks. Teori feminis berfungsi untuk membongkar hegemoni laki-laki atas perempuan. Teori postkolonial berfungsi untuk membongkar hegemoni kebudayaan Barat terhadap kebudayaan oriental pascakolonial. Teori dekonstruksi berfungsi untuk membongkar dan merakit ulang oposisi biner dan kekuatan-kekuatan sosial yang lain.


E. Metode

        Dalam pengertian yang lebih luas, metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Sebagai alat, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Dalam penelitian, ada tiga macam metode: a) metode pengumpulan data; b) metode analisis data; dan c) metode penyajian analisis data. Berdasarkan objeknya, metode pengumpulan data ada dua macam: a) metode lapangan; dan b) metode perpustakaan. Metode analisis data, misalnya: kuantitatif dan kualitatif, deduktif dan induktif, hermeneutik, dialektik, deskriptif analitik, dsb. Dalam ilmu sosial humaniora, pada tingkat tertentu, metode kualitatif memiliki persamaan dengan interpretasi (verstehen), analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi, etnometodologi, dan fenomenologi. Metode penyajian analisis data ada dua macam: a) metode formal, disajikan dalam bentuk diagram, gambar, tabel, grafik, statistik, dan rumus-rumus; dan b) informal, dalam bentuk narasi. 


1. Metode Etnografi
              Secara etimologi, etnografi berasal dari akar kata ethno (suku bangsa) dan grapho (tulisan), yang secara luas diartikan sebagai catatan/tulisan mengenai suku-suku bangsa.
Catatan/tulisan dimaksud adalah hasil penelitian lapangan (dari kisah perjalanan para pelaut, musafir, penyebar agama Nasrani, para pegawai pemerintah jajahan) para etnolog Barat yang dilakuka sejak abad ke-15, dan berisikan tentang masyarakat non-Eropa (Timur).  Isinya penuh bias dan tidak mendalam. Disebut pula sebagai pemahaman awal terhadap the other.
Dalam perkembangan berikutnya, penelitiannya dilakukan dengan sengaja dan memakan waktu yang relatif lama, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Tradisi ini kemudian disebut sebagai metode etnografi, yang sekaligus dianggap sebagai asal-usul antropologi, dan  sebagai awal perkembangan metode kualitatif.

2. Metode Kualitatif
         Kemunculan metode kualitatif dipicu oleh pemahaman bahwa gejala kehidupan terdiri atas dua unsur yang berbeda; unsur yang terindra dan tak terindra.
Dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bentuk: jasmani dan rohani, fisik dan nonfisik, konkret dan abstrak, kasar dan halus, nyata dan tidak nyata.
Kedua gejala yang bersifat dikotomis tersebut selalu memengaruhi kehidupan manusia.
Pemahaman lebih jauh menunjukkan bahwa gejala rohanilah yang justru lebih dominan, karena gejala rohani ini seolah-olah tanpa batas.
      Sebagai akibat dari ciri-ciri abstraknya, gejala rohaniah memerlukan berbagai teori dan metode untuk memecahkannya, yaitu metode kualitatif.  Secara etimologis, kualitatif berasal dari kualitas yang berarti nilai, sedangkan kuantitatif berasal dari kuantiti, kuantum yang berarti jumlah. Metode kuantitaif dengan demikian diartikan sebagai penyajian hasil penelitian melalui angka; sedangkan metode kualitatif dapat diartikan sebagai penyajian hasil penelitian melalui nilai. Penelitian kualitatif tidak semata-mata mendeskripsikan data hasil penelitian, tetapi yang lebih penting adalah menemukan makna yang tersembunyi di baliknya.
               Metode kualitatif disebut juga naturalistik, alamiah, dengan pertimbangan bahwa penelitiannya dilakukan di tempat (lingkungan) yang sesungguhnya, di mana objek tidak berubah. Dalam antropologi budaya, metode kualitatif ini disebut juga metode etnografi atau etnometodologi, karena pada awalnya digunakan untuk memahami keberadaan berbagai suku bangsa. Sebutan lain untuk metode kualitatif di antarnya: studi kasus, interaksi simbolik, perspektif ke dalam, fenomenologis, ekologis, deskriptif, dan interpretatif. Terkait dengan dominasi penggunaan data lapangan, dalam ilmu sosial disebut sebagai metode kualitatif; dalam ilmu sosial humaniora disebut sebagai metode kualitatif interpretatif; dalam ilmu sastra disebut sebagai metode hermeneutik.  

Post a Comment for "Paradigma, Pendekatan, Teori, dan Metode Dalam Antropologi"