SEBUAH WACANA SENI DALAM ANTROPOLOGI BUDAYA


Dua Pendekatan : Pendekatan Tekstual dan Kontekstual 

           Pendekatan tekstual merupakan pendekatan yang memandang fenomena kesenian sebagai suatu teks yang berdiri sendiri. Pendekatan kontektual merupakan pendekatan yang menempatkan fenomena kesenian dalam konteks yang lebih luas, yaitu konteks sosial budaya masyarakat tempat fenomena kesenian tersebut muncul atau hidup.Pendekatan tekstual disebut juga telaah simbolik atau hermeneutik. Ada dua pendekatan: Simbolik dan struktural. Telaah simbolik, memiliki asumsi dasarnya: sebuah teks adalah sesuatu yang harus “dibaca” dan “ditafsirkan”. Kesenian merupakan teks yang harus dibaca dan ditafsirkan secara bebas oleh apresiator atau penikmatnya. Telaah ini dipengaruhi oleh pendekatan hermeneutik, yang berasal dari kata hermeneutikos, berarti menerangkan. Dalam pengertian ini, menerangkan artinya mengungkapkan makna dari sebuah teks yang diuraikan bukan sebab akibat, tetapi pengertian-pengertian yang ada di balik yang tersurat, pengertian di balik teks. Langkah penting dalam hermeneutik adalah menafsirkan. Menafsirkan berarti mengungkapkan apa-apa yang diacu oleh sebuah teks.  Hal-hal yang diacu inilah yang dianggap makna sebuah teks. Dengan memandang suatu kesenian sebagai sebuah teks, maka pemaknaan terhadap kesenian sepenuhnya berada di tangan si penelaah. Untuk memahami teks seni, penelaah dapat menggunakan berbagai perangkat konsep yang dianggap relevan, sehingga makna teks bisa digali secara “tepat”. Ada kemungkinan bahwa penelaah yang satu berbeda tafsir dengan penelaah yang lainnya. Tafsir mana yang benar? Tidak relevan. Yang paling utama penelaah dapat mengemukakan data yang mendukung tafsirannya.
               Menurut telaah hermeneutik atau simbolik, prosedur penelitian karya seni bisa dimulai dengan terlebih dulu memperhatikan pandangan-pandangan seniman dan masyarakat pemilik seni, lalu kemudian memberikan interpretasi. Menurut Turner: Suatu tafsir terhadap simbol-simbol tidak akan lengkap dan mantap tanpa memperhatikan pandangan atau tafsir yang diberikan oleh pemilik atau pembuat simbol itu sendiri. Disebut pula pendekatan “dari dalam” (emik). Pandangan “dari dalam” tentang makna berbagai bentuk kesenian dan simbol-simbol yang ada harus diperhatikan apabila penelaah atau peneliti berupaya memahami fenomena kesenian yanmg dipelajarinya. Menurut Turner: simbol-simbol visual (visual symbols) maknanya berada dalam dua tataran, yakni pertama pada tataran di mana simbol tersebut dikaitkan dengan simbol-simbol lainnya yang ada dalam karya seni yang sedang ditelaah; dan kedua berada dalam tataran konteks sosial tempat karya seni itu muncul.Pendapat Turner menunjukkan suatu kategori jenis penelitian yang tampaknya relatif berbeda: Kajian simbolik yang kontekstual.

Struktur di Balik Karya Seni
Dikembangkan terutama oleh Claude Levi-Strauss Bersumber dari ilmu bahasa struktural Ferdinand de Saussure. Sebagaimana fenomena bahasa, fenomena sosial dapat dibagi menjadi dua spek, yaitu aspek langue dan aspel parole. Langue merupakan aspek sosial dari bahasa. Langue merupakan tata bahasa atau aturan-aturan dalam bahasa. Langue memungkinkan manusia bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan bahasa. Parole atau tuturan merupakan aspek individual atau statistikal dari bahasa. Parole merupakan “gaya” atau “stlye” seorang individu dalam berbahasa.
Parole merupakan perwujudan dari langue. Tanpa ada parole, langue tidak akan diketahui; sebaliknya, tanpa langue, parole pun tidak mungkin ada. Fenomena kesenian dapat dipandang juga sebagai suatu bahasa, karena pada dasarnya kesenian itu ekspresi. Perwujudan atau simbolisasi dari pandangan-pandangan atau perasaan-perasaan manusia. Pandangan ini dikomunikasikan pada orang lain. Kesenian pada dasarnya merupakan wahana komunikasi. Seorang peneliti atau penelaah seni dalam posisinya sebagai strukturalis biasanya akan menelaah “tata bahasa” dalam seni. Mencari pola yang tetap dalam karya-karya seni suatu masyarakat.

Model kedua: Paradigmatik dan sintagmatik
Sintagmatik: suatu bahasa diwujudkan secara berurutan. Paradigdimatik: Hubungan asosiatif antara kata-kata yang ada dalam suatu kalimat. Seni merupakan ekspresi yang juga memiliki aturan urutan, seperti bahasa: Sintagmatik dan paradigmatik. Semiologi (semiotika): Ilmu tentang tanda. Berbeda dengan dengan simbol. Tanda merujuk pada hubungan antara tanda-tanda dalam suatu sistem tanda; sedangkan simbol merujuk pada apa yang diacu, makna referensial.

Pendekatan Kontekstual
Salah satu pendekatan antropologi yang paling penting adalah bersifat holistik atau menyeluruh. Maksudnya, dalam memahami sosial-budaya, seorang peneliti akan berusaha melihat keterkaitan fenomena tersebut dengan fenomena-fenomena lainnya. Itulah pendekatan kontekstual. Dalam kesenian, seni tetap dilihat sebagai teks, tegtapi teks yang berada dalam suatu konteks. Kesenian dapat dikaitkan dengan situasi atau aktivitas politik, ekologi, perubahan yang terjadi, dan sebagainya. Beberapa pendekatan kontekstual: Kesenian dan politik, kesenian dan pariwisata, kesenian dan cara hidup, kesenian dan ekologi, dan kesenian dan teknologi.

Postmodernisme
Bertitiktolak dari asumsi: Bahasa pada dasarnya bukan alat representasi, tetapi justru menciptakan dan mencetak kenyataan. Melihat etnografi dari kacamata analisis sastra: sebuah etnografi bukan betul-betul obyektif, tetapi sedikit banyaknya bersifat subyektif. Etnografi tidak hanya mencerminkan kenyataan, tetapi juga mencerminkan penulisnya. Etnografi merupakan medan seni dan ilmu: Jika sebuah etnografi adalah sebuah karya yang juga mencerminkan diri penulisnya, seperti karya sastra, maka suatu etnografi adalah juga sebuah medan tempat bertemunya ekspresi diri penulisnya (aspek seni) dan keinginan merepresentasikan sesuatu (aspek ilmu). Sebuah etongrafi adalah sebuah karya seni yang ilmiah, sekaligus juga sebuah karya ilmiah yang nyeni, mengandung nilai seni.

Post a Comment for "SEBUAH WACANA SENI DALAM ANTROPOLOGI BUDAYA "