JALUR REMPAH BANTEN





Banten pada abad ke-16 merupakan kota pelabuhan yang sangat kosmopolit. Tempat ini dihuni beragam bangsa dengan ciri khas budayanya masing-masing. Kartografer William Lodewijcksz yang ikut bersama rombongan De Houtman pada 1596 mencatat di Pelabuhan Banten terdapat banyak pedagang asing dan pendatang dari Tingkok, India, Persia, hingga Arab. Pada masa itu para pedagang Inggris, Portugis, dan Tingkok bahkan sudah mendirikan gudang-gudang dan rumah dengan menggunakan bahan dari batu.

Pyrad de Laval, seorang musafir yang pernah singgah di Pelabuhan Banten pada 1606, menjelaskan para pedagang dari Arab, Gujarat, Benggali, dan Malaka datang ke Banten untuk membeli lada. Lada sendiri merupakan salah satu rempah yang sudah lama menjadi komoditas dagang di Banten. Hal ini setidaknya tercatat sejak era Tarumanagara, Banten Girang, hingga Kesultanan Banten.

Hiruk pikuk perdagangan di Banten pada masa lampau mendorong orang-orang lokal Banten turut ikut berdagang di pasar utama Karang Antu. Beberapa komoditas yang diperdagangkan antara lain, berupa lada, buah-buahan, cengkeh, pala, kayu manis, serta kue panas.

Pelabuhan Banten yang kosmopolit menjadi ruang bertemunya berbagai kebudayaan, membuka celah akulturasi budaya, dan meninggalkan warisan budaya jalur rempah. Jejak kejayaan rempah di Banten mengendap dalam khazanah kuliner, pengetahuan lokal, folklore, dan toponimi yang hidup di tengah masyarakat.

Pada masa sekarang, berbagai jejak peninggalan dari era perdagangan rempah di Banten pun masih bisa kita temui. 

Jalur Rempah di Banten memang menarik untuk diikuti. Dari catatan Tome Pires tergambar, Banten di masa lampau memiliki berbagai macam pelabuhan yang ada sejak abad 16 bahkan sebelum masa kesultanan. Pada 1664 Sultan Ageng Tirtayasa mengirimkan sebuah surat persahabatan kepada Raja Charles yang memimpin inggris pada masa itu, disertai banyak oleh-oleh rempah. Mulai dari 100 bahar lada hitam hingga 100 pikul jahe. Namun tidak banyak bukti sejarah yang dapat diandalkan untuk menggambarkan Banten sebelum kedatangan bangsa barat.

Temuan artefak berupa keramik Tiongkok dan Vietnam menjadi satu-satunya petunjuk yang mampu menggambarkan eksistensi Banten Girang dalam pengembangan hubungan dagang dengan Tiongkok dan wilayah Asia Tenggara lainnya. Meskipun pada masa tersebut terjadi gejolak politik di Banten Girang, dimana kekuasaan pada akhirnya jatuh pada Kerajaan Pakuan Sunda dengan pusat ibu kota di Pajajaran.

Peran Banten sebagai pintu masuk dengan dua pelabuhan besar dalam perdagangan rempah semakin kuat dengan kekayaan lada yang dihasilkan. Banten pun semakin diperebutkan setelah portugis menguasai Malaka.

Post a Comment for "JALUR REMPAH BANTEN"