Jenis-Jenis Teater

Teater Tradisional

Teater tradisi muncul dan berkembang di daerah-daerah tertentu dengan mengusung ciri khas daerah tersebut. Ciri-ciri khaskedaerahan terletak pada suasana yang berlangsung selama pertunjukan,stilisasi elemen-elemen pendukung pertunjukan, serta sistem pelatihan yang dihasilkan dari sistem berguru atau nyantrik. Pertunjukan teater daerah sering dianggap sebagai teater total karena terbentuk dari paduan berbagai elemen seni pendukung, misalnya tarian, nyanyian, dan akting, serta diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat serta pribadi-pribadi. Teater tradisi yang menjadi salah satu bentuk ungkap kehendak masyarakat memiliki fungsi sebagai berikut. Pertama, sebagai alat pendidikan anggota masyarakat pemilik cerita lisan tersebut. Kedua, sebagai alat penebal perasaan solidaritas kolektif. Ketiga, sebagai alat seseorang menegur orang lain yang melakukan kesalahan. Keempat, sebagai alat protes terhadap ketidakadilan. Kelima, sebagai kesempatan seseorang melarikan diri untuk sementara dari kehidupan nyata yang membosankan ke dunia khayalan yang indah. Teater tradisi merupakan hasil kreativitas dan kebersamaan suatu kelompok sosial yang berakar dari budaya setempat, seperti, dongeng, pantun, syair, tari, dan musik (Wijaya, 2007:25).

Pertunjukan teater tradisi yang diadakan di pedesaan sering dianggap sebagai teater komunal karena sifatnya yang diperuntukkan kepentingan masyarakat. Pemainnya adalah semua anggota masyarakat atau komunitas bersangkutan. Sifat pertunjukan ini improvisasi dan tanpa koreografi yang pasti. Bentuk teater komunal dianggap juga sebagai teater primitif. 

Pertunjukan teater rakyat banyak terdapat di lingkungan kelompok suku di daerah-daerah di Indonesia.Teatertradisi ini biasanya dipentaskan di daerah pedesaan. Suasana ketika pertunjukan berlangsung santai sehingga menumbuhkan suasana betah bagi penontonnya. Suasana semacam itu sampai sekarang masih ditemui dalam pertunjukan ketoprak, wayang kulit, wayang orang, ludruk, dan drama gong yang di selenggarakan di desa-desa di luar gedung pertunjukan. Penonton teater daerah sering melakukan interaktif dengan pertunjukan. Mereka menonton dengan cara duduk melingkar di sekeliling panggung pertunjukan sehingga kebersamaan mereka dengan pertunjukan menjadi dekat dan kuat. Kebersamaan itu terjalin, misalnya saat mereka mengomentari adegan yang sedang berlangsung; mereka bersuit-suit ketika pemain favorit mereka muncul; mereka bertepuk tangan ketika terjadi adegan perang, perkelahian, atau ketika ada tembang yang memesona perasaan mereka, seperti pertunjukan ketoprak,ludruk,lenong, wayang wong, mamanda, dan masih banyak lagi.

Teater Modern Indonesia 
Apa yang dimaksud teater Indonesia? Teater Indonesia adalah teater yang “bertolak dari teater modern Barat, tetapi dalam perkembangannya semakin dipengaruhi dan memanfaatkan teater daerah/tradisional sebagai sumber” (Saini K.M., 1998: 59). Modernisasi teater Indonesia sesungguhnya mencerminkan tiga jalur perkembangan. Jalur pertama adalah jalur pembaratan yang menggeser masyarakat Indonesia yang berwajah petani menjadi wajah keterpelajaran. Jalur kedua yaitu jalur nasionalisme di masa prakemerdekaan yang telah berjalan lebih dari setengah abad. Jalur ketiga, pada saat berakhirnya satu tatanan politik negara yang berakhir dengan sebuah peristiwa benturan besar yang dikenal sebagai gerakan G30S PKI. Walaupun agak jauh jarak waktu antara ketiga jalur itu, ketiganya sekarang bertemu dan bergulat ikut mengisi pengertian baru kata ”Indonesia”. Bahkan saat ini teater Indonesia mengalami perkembangan dengan hadirnya peristiwa kebangsaan yang dikenal dengan era reformasi. Babakan baru atau jalur keempat ini menjadi penting karena makna keIndonesiaan mulai dipertanyakan dan dihadapkan dengan multikulturalisme kedaerahan yang cenderung mengedepankan ketegangan antara Indonesia dan daerah dalam wacana pluralisme, individualisme, dan demokratisasi.

Kata ”Indonesia” tidak lagi berarti bukan lagi kota ataupun daerah, melainkan sebuah bentuk dan gaya baru yang unik dalam maknanya sendiri terhadap kepekaan yang disebut kepekaan Indonesia. Pada saat seniman berkomunikasi dengan ”orang Indonesia”, ia diharapkan mampu menyelesaikan masalah bahwa orang Indonesia kebanyakan bikultural, yaitu berbicara dalam kerangka budaya Indonesia dan daerah. 

Teater modern adalah teater yang tumbuh di kota-kota besar. Teater ini umumnya merupakan persinggungan budaya setempat dengan budaya Barat. Salah satu contoh teater modern adalah sastra tulis (drama) yang berbentuk lakon. Penggarapannya mengikuti konsep dramaturgi Barat. Penontonnyapun umumnya dari golongan terpelajar(Wijaya, 2007:25). 


Perkembangan drama modern (abad 19-20)dibeberapa negara adalah melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada zaman Yunani Kuno. Gaya pementasan diwarnai gaya realisme sosial dan psikologis, ekspresionisme, simbolisme dan absurd, dengan tokoh-tokohnya seperti Ibsen (Norwegia), Strinberg (Swedia ), Bernard Shaw (Inggris) juga tokoh-tokoh dari Irlandia, Prancis, jerman, Rusia, dan lain-lain.

Ciri-ciri aliran dan naskah zaman modern:
  • Aliran realisme. 
Aliran ini melukiskan semua kejadian apa adanya bukan berlebihan dan bukan dengan lambang. Meskipun unsur keindahan masih mendapatkan perhatian, unsur ini tetapi diarahkan untuk meniru kehidupan yang nyata. Drama realistik diharapkan mampu mengungkapkan problem-problem masyarakat atau kehidupan yang terjadi pada suatu masa tertentu. Ada dua aliran realisme, yaitu realisme sosial dan psikologis.   

  1. Realisme sosial adalah realisme yang menggambarkan problem sosial yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan psikologis pelaku. Titik berat permasalahan dalam konflik drama itu adalah problem sosial, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, kepalsuan, penindasan, keluarga retak, politik, dan lain-lain. Aktingnya wajar dan menggunakan bahasa sederhana, bahasa sehari-hari. 
  2. Realisme psikologis adalah realisme yang menekankan pada unsur kejiwaan secara apa adanya. Sedih, gembira, bahagia, kecewa, semua dilukiskan secara wajar. Dialog dan aktingnya wajar seperti potret kehidupan sehari-hari.

  • Aliran Ekspresionisme. 
Ekspresionisme adalah seni menyatakan. Yang dipentaskan adalah chaos atau kekosongan dalam psikologis. Aliran ini didasarkan pada perubahan sosial seperti terjadinya revolusi industri di Jerman dan Inggris, atau revolusi Rusia. Ciri-ciri aliran ekspresionisme adalah pergantian adegan cepat, penggunaan pentas yang ekstrem, dan adegan-adegan disajikan secara filmis. 

Estetika Teater   
Evaluasi dan analisis estetika teater merupakan perwujudan dari penggalian kembali berbagai kemungkinan kinerja teater yang telah dipertunjukkan. Selain itu, evaluasi dan analisis estetika teater merupakan pengkajian ulang terhadap pertumbuhan estetika sebagai aktivitas terapan dalam teater. Selanjutnya, evaluasi dan analisis estetika teater merupakan perbincangan yang dapat didiskusikan melalui berbagai forum atau pertemuan yang dapat menemukan berbagai perbedaan dari estetika teater.
Teater Ritual merupakan temuan mendasar dalam teater. Drama ritual muncul sekitar 2.750 sebelum masehi di Mesir. Indonesia juga memiliki kekayaan teater ritual yang kemudian menjadi pusat pembentukan masyarakatnya. Namun, teater ritual di Indonesia berkembang menjadi aktivitas ritual yang terpisah dan menjadi media untuk penyampaian pesan-pesan spiritual bahkan magis. Hal tersebut agar teater dapat berlangsung sebagaimana mestinya.

Selanjutnya, teater ritual mendapatkan pemaknaan baru menjadi suatu peristiwa upacara dan pertemuan masyarakat yang lebih bersifat sosial–seperti penyelenggaraan kegiatan bersih desa–ketimbang bersifat religious dan antropologis. Teater sosial yang muncul pada akhir abad 18 dan berkembang pada abad 19 semakin mengokohkan peran yang diambil teater untuk menyampaikan pesan-pesan sosial–bahkan politik–agar dapat diterima masyarakat penontonnya. Maraknya teater sosial dan terjadinya pertarungan politik yang cenderung hegemonik, menjadikan teater pendidikan sebagai salah satu alternatif penyeimbang.

Teater pendidikan berada dalam dua konsep mendasar, yakni teater yang berdasarkan pada dasar-dasar kependidikan teater dan teater yang berorientasi secara spesifik untuk mengembangkan pendidikan. Teater pendidikan dapat tumbuh dalam pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Meskipun keduanya berlangsung dalam proses yang terpisah, keduanya tetap memiliki konsep mendasar yang sama. Sebagai penyeimbang, teater pendidikan dapat memasuki berbagai bentuk atau cara berteater, seperti tradisional maupun modern.

Teater kontemporer merupakan salah satu cara baru atau merupakan teater yang mencoba membuka perspektif baru dalam memperlakukan teater. Perkembangan pesat teater kontemporer dan mulai memudarnya batas-batas seni menjadikan teater eksperimental pilihan berekspresi yang terbuka dan menarik perhatian pelaku teater. 

Pertumbuhan teater di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan kecenderungan-kecenderungan individu dan masyarakatnya. Begitu pula dengan cara-cara menyikapi teater yang selalu diselaraskan dengan tatanan masyarakat yang ada. Penyelarasan ini merupakan bagian dari proses belajar diantara masyarakat dalam membuka jalan bagi terciptanya keharmonisan dan peningkatan cara hidup dari yang paling sederhana menuju cara yang lebih komprehensif. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila pada awal-awal kehidupan bangsa Indonesia itu dibangun, banyak tempat-tempat pertunjukan didirikan. Disamping itu, fleksibilitas masyarakat juga memberikan peluang bagi lahirnya teater-teater dengan “warna” yang beaneka ragam. 

Pada awalnya teater modern tidak lahir dari kalangan terpelajar. Namun, dengan berdirinya pusat-pusat pendidikan penting di kota-kota yang juga menjadi pusat perdagangan maka kaum terpelajar selanjutnya mengambil peran penting sebagai pembawa ekspresi intelektual. Keberadaan kaum terpelajar ini menjadi penyeimbang dan selanjutnya menjadi sosok yang memberikan nilai tersendiri dalam merebut perhatian publik yang mulai memandang kaum terpelajar sebagai masyarakat yang terpandang. 

Teater tradisional yang tumbuh dalam masyarakat pinggiran kota dan desa tidak serta merta tersingkir dengan lahirnya teater modern. Bahkan, teater-teater modern yang tumbuh mampu bersinergi dengan teater tradisional. Hal ini disebabkan oleh kuatnya hubungan kultural masyarakat yang memandang nilai tradisional tersebut sebagai nilai luhur dari pendahulu mereka yang “tidak lapuk karena hujan dan tidak lekang karena panas”. Disamping itu, nilai-nilai tradisional dianggap telah memberikan makna penting dalam tatanan kehidupan mereka.

BACA JUGA: 

PENGERTIAN & BENTUK SENI TEATER

  


Post a Comment for "Jenis-Jenis Teater "