BANTEN MASA AWAL- TINGGALAN TRADISI MEGALITIK (Situs Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Dengdek)

BANTEN MASA AWAL- TINGGALAN TRADISI MEGALITIK (Situs Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Dengdek)

Di Banten, tinggalan tradisi megalitik dengan beberapa bentuk ditemukan di sekitar lereng Gunung Pulosari. Kabupaten Pandeglang. Survei Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1970-an di sekitar lereng Gunung Pulosari menemukan komplek menhir yang disebut Sanghyang Dengdek, Kecamatan Cisata Pandeglang. Secara geografis letak situs berada di antara dua sungai yaitu sungai Cisirah Agung dan Sungai Cisata. Sanghyang Heuleut adalah sebuah menhir yang memiliki ukuran tinggi 139 cm. Di dekat menhir Sanghyang Heuleut adalah sebuah arca perwujudan nenek moyang yang dikenal dengan sebutan Sanghyang Dengdek, terbuat dari batu andesit, berukuran tinggi 95 cm, keliling badan 120 cm, dan keliling kepala 20 cm. Sebenarnya arca ini sudah lama diketahui. Pleyte, misalnya, pada tahun 1913 mengisahkan Sanghyang Dengdek yang sumber ceritanya berasal dari Achmad Djayadiningrat. Sementara Claude Duillot (1994) menyebutkan Sanghyang Dengdek adalah arca primitif tipe Polinesia yang menyandang nama "Dewa" yang dipuja. Arca ini didirikan di atas timbunan tanah yang dikelilingi batu sungai. Kepala arca dibuat secara kasar, lengan dan bentuk kelamin laki-laki kelihatan tetapi hampir tidak menonjol. Karena bentuk arca ini secara alami agak membungkuk maka orang memberi nama "si bungkuk yang terpuja".

Situs Sanghyang Heuleut berada di Desa Kaduhejo, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dan berdekatan dengan Situs Sanghyang Dengdek. Sanghyang Heuleut terletak pada koordinat 06°21’3” Lintang Selatan dan 105°56’58” Bujur Timur. Situs dikelilingi oleh perkebunan warga, di sisi utara terdapat Sungai Cirahagung dan sisi selatan terdapat Sungai Cisata. Sanghyang Heuleut merupakan batu besar yang berdiri tegak atau biasa disebut dengan menhir. Terbuat dari bahan batu andesit berpori-pori padat. Berukuruan tinggi 139 cm dengan keliling atas 90 cm serta keliling bawah 150 cm.


Gambar Sanghyang Heuleut

Di antara menhir ini, tersebar batu-batu andesit berukuran sedang, sehingga batu-batu tersebut membentuk alas dari menhir. Sebaran batu tersebut tersusun mendatar membentuk persegi dan di setiap sudutnya berdiri sebuah menhir berukuran kecil. Sebaran batu ini memiliki ukuran ± 3 x 3 m². Selain itu ditemukan pula batu-batu berpermukaan datar di antara sebaran batu tersebut. Situs Sanghyang Heuleut merupakan media pemujaan yang digunakan oleh masyarakat pendukung budaya megalitik.

Lokasi situs yang berada di dekat sungai dan di tengah perkebunan, membuat keberadaannya mengkhawatirkan. Situs ini pun kemudian diberikan pagar pembatas untuk menghindari terjadinya pengrusakan oleh hewan maupun manusia.

Pada jarak kurang lebih 10 meter dari situs Sanghyang Heuleut ini, terdapat artefak lainnya yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan Batu Sorban. Batu ini dipahat berbentuk menyerupai sorban atau penutup kepala yang cara pemakaiannya dililit. Batu sorban tersebut memiliki tinggi 40 cm, jari-jari 30 cm dengan tebal pahatan 5 cm. Di sekitar batu ini pun tersebar batu-batu berukuran kecil dengan lebar sebaran 2×2 meter serta dua buah batu tegak berukuran tinggi ± 50 cm.

Situs Sanghyang Dengdek berada di Desa Sanghyang Dengdek, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dan terletak pada koordinat 06° 19’ 46” Lintang Selatan dan 105° 56’ 32” Bujur Timur. Batas utara situs yakni jalan desa, batas selatan berupa perkebunan warga, batas timur dan barat berupa permukiman warga.

Sanghyang Dengdek merupakan sebuah menhir yang berbentuk menyerupai manusia. Terbuat dari batu andesit dengan pori-pori yang besar dan kasar. Batu ini memiliki tinggi 95 cm dengan keliling badan 120 cm dan diameter kepala 20 cm. Letaknya berada di pinggir jalan desa, sehingga mudah untuk dijangkau.


Gambar Situs Sanghyang Dengdek

Di sekitar batu Sanghyang Dengdek sudah dipasang pagar dan cungkup. Pemasangan pagar dan cungkup dimaksudkan untuk menjaga kondisi batu agar tetap dalam keadaan baik dan utuh. Batu Sanghyang Dengdek adalah hasil tinggalan tradisi megalitik yang dikenal dengan istilah arca polinesia. Arca polinesia yakni patung yang terbuat dari batu dan berbentuk mirip dengan penggambaran manusia. Bentuk batu ini yaitu berkepala bundar serta tubuh yang terlihat terdiri dari tangan, dada, dan perut. Namun, kondisi batu di bagian tubuhnya sudah cukup aus. Disebut dengan nama dengdek karena bentuk bahu tidak datar atau salah satu sisinya lebih rendah.

Letak batu ini berada di tengah-tengah bangunan cungkup pelindung. Lantai cungkup ini berupa keramik berwarna putih, sedangkan atapnya berupa genteng cetaka yang setiap sudutnya ditopang oleh tiang tembok. Batu Sanghyang Dengdek berdiri di antara batu-batu andesit yang pada sisi-sisinya diberikan pembatas berupa pagar dinding berukuran panjang 204 dan lebar 165 cm dengan tinggi 21 cm yang dilapisi pula oleh keramik berwarna coklat muda. Para peziarah akan duduk di lantai berkeramik putih mengelilingi arca yang berada di tengah cungkup. 

(Sumber : Buku Data Base Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang, BPCB Banten).

Post a Comment for "BANTEN MASA AWAL- TINGGALAN TRADISI MEGALITIK (Situs Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Dengdek)"