Bentuk Koreografi Tari Tradisional dan Non Tradisional

Koreografi dapat dikatakan sebagai pencatatan gerak dimana dalam prosesnya melatih daya kreatif seseorang untuk diungkapkan dalam penyusunan tari. Koreografi adalah proses pemilihan dan pengaturan gerakan-gerakan menjadi sebuah tarian, dan di dalamnya terdapat laku kreatif.

Dari pemahaman di atas, koreografi dan komposisi merupakan kerja kreatif dalam mewujudkan karya tari, dan untuk keberhasilannya dibutuhkan acuan ilmu/pengetahuan sebagai bahan pertimbangan, berupa prinsip-prinsip tari agar mendapatkan hasil karya tari yang baik. Kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas ini bergantung pada pendidikan, pengalaman, selera, perkembangan artistik, pembawaan pribadi, kemampuan kreatif, dan keterampilan teknisnya. Kemampuan membuat keputusan atau kemampuan memilih ide, bahan dan cara-cara pelaksanaan yang sesuai dan menolak yang tidak sesuai dengan kebutuhan kreatif seseorang, biasanya dianggap bersifat intuitif (gerak hati). Namun pada kenyataannya penilaian artistik ini dipengaruhi oleh adanya prinsip-prinsip bentuk seni yang tampaknya dipahami, diakui dan yang membimbing usaha manusia sejak memulai kesenian. Prinsip-prinsip semacam ini tidaklah membeku menjadi sekumpulan aturan kaku yang merumuskan bentuk seni. Akan tetapi, lebih merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam rangka mencapai sebuah komposisi yang memenuhi syarat secara estetis.

Bentuk tari ditinjau dari jumlah penari, terbagi ke kelompokkan dalam tari tunggal dan tari kelompok. Tari tunggal adalah tari yang disajikan dan dibawakan oleh satu orang penari, baik perempuan maupun laki-laki. Sedangkan tari kelompok terdiri dari Tari Berpasangan adalah tari yang dilakukan oleh dua orang penari dengan karakter tidak selalu sama, tetapi yang terpenting adalah gerakannya saling berhubungan atau ada keterpaduan jalinan gerak antara keduanya, dapat ditarikan dengan sesama jenis ataupun dengan lawan jenis. Tari kelompok adalah tari yang dilakukan oleh beberapa penari di mana antara satu penari dengan penari yang lain gerakannya berbeda, meskipun geraknya tidak sama tetapi gerakan tersebut ada hubungan yang merupakan jalinan untuk mencapai keterpaduan. Tari massal adalah tari yang dilakukan oleh banyak penari dengan ragam gerak yang sama, dan antara penari satu dengan penari yang lain, tidak ada jalinan gerak yang saling melengkapi. 

Jenis tradisional terbagi dalam tari primitif, tari kerakyatan dan tari klasik. Jenis tari ini biasanya merupakan bentuk koreografi komunal, dapat diartikan bahwa tari komunal adalah segala aktivitas tari yang melibatkan instrumen atau struktur sosial kemasyarakatan baik atas dasar kepentingan bersama dalam komunitas maupun kepentingan individual. Sebagai contoh, dalam peristiwa tari komunal yang ditandai dengan terlibatnya unsur sistem sosial yang telah ada diantaranya adalah dengan Tampilnya pemuka masyarakat sebagai pemimpin. Karena milik masyarakat umum, pelembagaan tari komunal sering kita kaitkan dengan seni rakyat. (Hadi, 2005 : 54)

Ditinjau dari identitasnya secara umum, tari komunal sebagai tari tradisonal merupakan tarian yang lahir dari semangat kebersamaan sehingga memiliki fungsi sosio-kultural bahkan bisa menjadi salah satu pendukung upacara ritual adat maupun keagamaan. Dalam praktiknya tari tradisonal dalam jenis tari primitif dan kerakyatan dapat dilaksanakan tanpa keahlian tari secara khusus, karena tarian tersebut tidak lahir sebagai karya cipta seorang seniman tari.(Dibia dkk, 2001 : 50). 

Oleh sebab itu tari tradisional yang tergolong dalam komunal memiliki ciri-ciri utama sbb : a. Diadakan untuk kepentingan komunitas, b. Melibatkan sistem sosial yang telah ada, c. Merupakan pengabdian sosial dan lingkungan, d. Dilaksanakan secara spontan atau terencana. Hal ini dapat kita lihat pada ritual-ritual adat khususnya di wilayah Jawa yang masih selalu dilaksanakan dan seni tari menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan dengan kegiatan tersebut. Di daerah lainpun dimungkinkan setiap kegiatan yang berhubungan dengan ritual adat selalu menggunakan tarian.

Pada umumnya tari tradisonal sebagai komunal dimaksudkan untuk tujuan ritual/upacara tertentu. Seperti tari Tortor dari Batak, atau tari Hudoq dari Dayak. Di beberapa daerah ada sejenis tari yang beralih fungsi dari media upacara adat menjadi media hiburan. Tari ini memposisikan penari perempuan sebagai penghibur. Namun di Bayuwangi ada juga tarian sejenis yang masih dilestarikan sebagai upacara adat. Tarian tersebut adalah Tari Gandrung. (Dibia dkk, 2003.52). Adapun ciri-ciri tarian komunal adalah :

1) Diadakan Untuk Kepentingan Komunitas 

Tujuan utama pertunjukan tari adalah untuk memenuhi kebutuhan komunitas, yaitu masyarakat pendukung tari tersebut. Karena itu menari bukan hanya merupakan penampilan keindahan gerak dari penarinya saja. Mungkin saja tujuan tarian tersebut adalah untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap kehidupan masyarakat. Namun demikian mungkin juga tari tersebut merupakan bagian dari sistem kekeluargaan atau sistem kemasyarakatannya.

Sebagai contoh misalnya dalam budaya Jawa dikenal dengan ritual nyadran atau bersih desa di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, setiap desa mempunyai bentuk ritual yang berbeda. Pada ritual ini seni tari yang sering dipentaskan adalah seni Jaran Kepang/atau Kuda Lumping, serta seni tari yang lain yang berkembang di Temanggung, antara lain tari Wulang Sunu, tari Gatoloco dan sebagainya. Di Daerah Sunda terdapat ritual Seren Taun yang diselenggarakan di setiap sehabis panen, seni tari yang ditampilkan biasanya tari Ketuk Tilu.

Di Sumatera khususnya di daerah Bengkulu terdapat Tabot, yaitu untuk memperingati gugurnya cucu Rasulullah yang gugur di padang Karabala, pelaksanaannya diadakan di bulan Maulid. Di Sulawesi di Gorontalo terdapat ritual penjaga Adat yang dilakukan oleh kaum Bissu.


Gambat Ketuk Tilu


2) Melibatkan Sistem Sosial yang Telah Ada

Pelaksanaan pertunjukaan tari selalu melibatkan komponen-komponen sosial seperti para tetua adat, tokoh agama perangkat desa (kepala desa, ketua rukun kampung). Keterlibatan dari komponen-komponen masyarakat ini sudah diatur sedemikian rupa sebagai suatu rangkaian mata rantai berdasarkan kebiasaan yang sudah disepakati bersama. Setiap orang melakukan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditetapkan secara turun-temurun.

Sebagai contohnya misalnya sistem kelembagaan di Bali, yaitu di sebuah Banjar, di dalam banjar telah terbagi ke dalam beberapa Sekaa yang masing-masing mempunyai tugas dan kewajiban yang diturunkan secara turun-temurun. 

3) Pengabdian Sosial dan Lingkungan


Tatkala ikut terlibat dalam peristiwa komunal semacam di satu daerah, partisipasi sebagai sebuah sumbangan atau pengabdian terhadap komunitas sosial dan lingkungannya. Ketika waktu pelaksanaan ritual telah tiba, warga masyarakat secara sukarela akan berupaya mensukseskan acara tersebut sesuai dengan kemampuannya. Mereka menyiapkan segala sesuatunya secara sukarela. Pada saat pelaksanaan ritual tersebut, mereka menari bersama-sama warga masyarakat lainnya. Semuanya dilakukan atas dasar kesadaran sosial dan sama sekali bukan untuk mendapatkan imbalan upah berupa uang, atau material lainnya. Kesadaran sosial seperti ini sering muncul karena setiap orang menyakini bahwa nantinya dirinya pun akan membutuhkan bantuan dari warga masyarakat lainnya.

4) Ditarikan oleh satu atau banyak orang  

Seperti telah disingung di atas bahwa walaupun secara umum tarian komunal melibatkan banyak orang, karena diadakan atas kebutuhan orang banyak, namun tidak berarti tari komunal dalam kelompok ytari tradisional selalu dilakukan secara beramai-ramai.(Dibia dkk. 2003 : 61). Sejumlah tari komunal di Indonesia, yang dimainkan oleh satu orang (selaku penari utama), dan ada pula yang ditarikan oleh lebih dari satu orang. Meskipun demikian ekspresi komunal sangat menonjol dalam tarian ini, sehingga muncul kesan bahwa tari ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Di sebagian wilayah, tidak jarang suatu pertunjukan tari hanya bisa dilakukan oleh penari khusus atau professional, contohnya Bissu di Sulawesi Selatan, seblang Banyuwangi, topeng pajegan di Ball, dan topeng Cirebon dan sebagainya.

5) Dilaksanakan Secara Spontan atau Terencana 
Tarian tradisional bisa berupa tarian formal (tarian yang serius dengan struktur yang jelas) dan tarian informal (menari-nari dan sejenisnya yang tidak memiliki bentukyang baku).(Dibia dkk, 2003 : 63). Jenis-jenis tarian tradisional yang tergolong dalam tarian formal, terdapat dalam berbagai aktivitas ritual, di masyarakat, pada umumnya memiliki pola-pola gerak, musik iringan, tata busana, dan tata penyajian yang relatif baku. Masyarakat umum biasanya dapat mengenali bukan saja jenis tarian yang bersangkutan melainkan juga dari asal wilayah budaya tarian tersebut berasal Tari joged bumbung Bali memiliki gerakan tari yang lincah dengan iringan musik bambu, tari janger bernyanyi dan menari dengan bersuasana ceria.

Gambar tari Joged Bumbung

Gambar Tari . tari Janger

Tari pajoge yang bersuasana anggun dari Sulawesi Tengah, atau tari alang suntiang penghulu yang bernuansa Nagari Padang Laweh (Sumatera Barat), adalah beberapa contoh tari komunal yang formal karena telah memiliki bentuk yang pasti sehingga dimungkinkan untuk dilakukan secara berulang-ulang. 


 
Gambar Tari Pajoge
 
Di beberapa daerah ada pula tarian tradisional yang muncul secara direncanakan atau dipersiapkan sebelumnya. Beberapa contoh dari tarian komunal yang muncul secara direncanakan adalah tari sodoran dari masyarakat suku Tengger, tari rejang dan baris gede di Bali, dan tari Pajoge Mahardika di Sulawesi Tengah.

Gambar Tari Sodoran

Gambar tari Rejang

Pada jenis tradisional, terbagi menjadi tari primitif, tari kerakyatan dan tari klasik. Pada tari primitif dan tari kerakyatan biasanya tergolong ke dalam tari/koreografi komunal, karena menjadi milik masyarakat pendukungnya dan tidak menyebutkan koreografer atau penata tarinya. Namun pada tari klasik, dengan merupakan kelembagaan tari istana, tari yang berkembang di lingkungan istana merupakan tari milik raja yang berkuasa dan merupakan koreografi individual yang diciptakan oleh raja. Contohnya tari Bedaya Ketawang, tari Srimpi dari Surakarta, tari Bedaya Semang, Bedaya Sang Amurwa Bhumi, Lawung Ageng dari Yogyakarta, dan sebagainya. 
Sedangkan bentuk kareografi pada tari yang dikategorikan tari non tradisional atau kreasi baru adalah merupakan koreografi individual. Sebagai koreografi individual, tari-tarian yang diciptakan oleh koreografer menurut jumlah penarinya dapat berupa tari tunggal, tari berpasangan maupun tari kelompok. Koreografi individual dapat berupa tari kreasi baru yang mengadaptasi tari klasik maupun tari kerakyatan. Sebagai suatu sajian tari, koreografi indivial dapat diciptakan oleh satu atau beberapa koreografer, bahkan kemungkinkan ada bentuk koreografi individual yang penciptanya gabungan dari berbagai entis yang kemudian tercipta tari dengan kolaborasi budaya yang apik.



Post a Comment for "Bentuk Koreografi Tari Tradisional dan Non Tradisional"