Sejarah Perkembangan Musik dalam Kebudayaan Islam

 

Pada awal era kejayaan Islam, telah lahir tokoh-tokoh besar di bidang seni musik. Para ilmuwan Muslim juga telah menjadikan musik sebagai media pengobatan atau terapi. Kegemilangan peradaban Islam ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan ini bersentuhan erat dengan moral Islam, budaya Arab, dan kebudayaan besar lainnya.

Oleh karena itu, yang disebut sebagai kebudayaan Islam tidak selamanya berasal dari Arab. Bisa jadi ia hasil adopsi atau akulturasi antara budaya Arab dan budaya luar. Musik adalah contohnya. Sejarah membuktikan bahwa musik yang selama ini dikenal sebagai musik Islam ternyata tidak murni berasal dari Arab. Kesenian ini lahir dari kearifan umat Muslim terdahulu yang mengkolaborasikan musik-musik dari Arab, Persia, India, dan Yunani.

Seni musik telah mendapat perhatian besar sejak Dinasti Umayyah. Hal itu ditandai dengan maraknya kegiatan penerjemahan kitab-kitab seni musik ke dalam bahasa Arab. Tradisi pengkajian dan permainan musik semakin berkembang pada era Dinasti Abbasiyah.

Banyak ilmuwan Muslim yang menerjemahkan buku-buku tentang musik dari Yunani, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun. Prof A Hasmy dalam bukunya mengenai Sejarah Kebudayaan Islam mencatat bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, kegiatan kepengarangan tentang seni musik berkembang pesat.

Sekolah-sekolah musik didirikan oleh kesultanan di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang bagus dan berkualitas tinggi adalah yang didirikan oleh Sa’id ‘Abd-ul-Mu’min (wafat tahun 1294 M).

Tak heran jika pada awal era kejayaan Islam telah lahir tokoh-tokoh besar di bidang seni musik. Ada musisi ternama dan sangat disegani, yaitu Ishaq Al-Mausili (767 M-850 M). Ada pula pengkaji seni musik yang dihormati, seperti Yunus bin Sulaiman Al-Khatib (wafat tahun 785 M). Munculnya seniman dan pengkaji musik di dunia Islam menunjukkan bahwa umat Muslim tidak hanya melihat musik sebagai hiburan. Lebih dari itu, musik menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang dikaji melalui teori-teori ilmiah.

Yang menarik lagi, para ilmuwan Muslim juga telah menemukan musik sebagai media pengobatan atau terapi. Tokoh dalam bidang ini di antaranya adalah Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq al-Kindi (801-873 M) dan al-Farabi (872-950 M). Kajian tentang musik sebagai sistem pengobatan berkembang semakin pesat pada masa Dinasti Turki Usmani.

Musik Sebagai Cabang matematika dan filsafat

Pada awal berkembangnya Islam, musik diyakini sebagai cabang dari matematika

dan filsafat. Tak heran jika banyak di antara para matematikus dan filsuf Muslim terkemuka yang juga dikenal karena sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan seni musik. Salah satu di antaranya adalah Al-Kindi (800 M-877 M). Ia menulis tak kurang dari 15 kitab tentang musik, namun yang masih ada tinggal lima. Al-Kindi adalah orang pertama yang menyebut kata musiqi.

Tokoh Muslim lainnya yang juga banyak menyumbangkan pemikirannya bagi musik adalah Al-Farabi (870 M-950 M). Ia tinggal di Istana Saif al-Dawla Al-Hamdan¡ di Kota Aleppo. Matematikus dan filsuf ini juga sangat menggemari musik serta puisi. Selama tinggal di istana itu, Al-Farabi mengembangkan kemampuan musik serta teori tentang musik.

Al-Farabi juga diyakini sebagai penemu dua alat musik, yakni rabab dan qanun. Ia menulis tak kurang dari lima judul kitab tentang musik. Salah satu buku musiknya yang populer bertajuk, Kitabu al-Musiqa to al-Kabir atau The Great Book of Music yang berisi teori-teori musik dalam Islam.

Pemikiran Al-Farabi dalam bidang musik masih kuat pengaruhnya hingga abad ke-16 M. Kitab musik yang ditulisnya itu sempat diterjemahkan oleh Ibnu Aqnin (1160 M-1226 M) ke dalam bahasa Ibrani. Selain itu, karyanya itu juga dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin berjudul De Scientiis dan De Ortu Scientiarum. Salah satu ahli teori musik Muslim lainnya adalah Ibnu Sina.

NYANYIAN DAN MUSIK DALAM KEHIDUPAN KAUM MUSLIMIN

Pada masa dahulu kaum Muslimin bisa membuat untuk diri mereka berbagai jenis lagu untuk dinikmati oleh telinga. Mereka dapat menghibur diri mereka dan memperindah nuansa kehidupan dengan lagu-lagu itu, terutama di pedesaan dan kampung-kampung. Kami juga merasakannya pada waktu kecil dan di masa muda. Semuanya merupakan bentuk lagu yang tumbuh dari lingkungan yang sehat, menggambarkan nilai-nilainya, dan tidak menjadi masalah sama sekali.

Di antaranya lagi seni "Al Mawaawil" jenis peralatan musik yang dengan alat ini manusia bernyanyi untuk diri mereka sendiri atau mereka berkumpul untuk mendengarkannya dari orang yang baik suaranya di antara mereka. Kebanyakan mereka berbicara tentang cinta dan persahabatan, sebagian yang lainnya berbicara tentang dunia dan keindahannya, serta mengadu tentang kezhaliman manusia dan hari-hari, dst.

Kebanyakan mereka menyanyi tanpa alat, sebagian lagi menggunakan "Arghul" (biola), dan di antara para artis ada yang membuat "Al Mawwaf" pada saat yang sama ia menyanyi.

Di antara lagu-lagu yang baik adalah yang didapatkan melalui kisah-kisah yang digubah menjadi lagu-lagu perjuangan para pahlawan bangsa, pahlawan perjuangan yang gigih dan pemberani. Lagu-lagu itu didengar oleh masyarakat, mereka turut menyanyikan dan mengulang-ulangnya. Banyak di antaranya sampai mereka hafal, seperti kisah "Adham Asy Syarqawi," "Syafiqah dan Mutawalli," "Ayyub Al Mishri," kisah "Sa'ad Al Yatim" dan yang lainnya.

Ada juga yang diangkat dari perjuangan bangsa bagi para pahlawan yang terkenal, seperti "Abu Zaid Al Hilali." Orang-orang berkumpul untuk mendengarkan kisah tersebut melalui syair yang dibacakan dengan lagu-lagu. Ini sangat menarik, seperti fiIm berseri atau sinetron pada saat ini.

Didapatkan juga melalui lagu-lagu hari raya, hari-hari gembira dengan acara-acaranya yang menggembirakan, seperti pesta perkawinan, kelahiran anak, acara khitanan, kehadiran tamu yang ditunggu-tunggu, kesembuhan seseorang, berpulangnya orang dari ibadah haji dan lain-lain.

Masyarakat membuat lagu-lagu atau pantun-pantun yang menandai saat-saat dan momen-momen tertentu atau pada acara yang beragam, seperti saat memetik buah atau panen raya dan lainnya. Seperti juga tembangnya para pekerja, buruh yang bekerja di sebuah proyek dan mereka yang bersama-sama mengangkat beban yang berat, kemudian melagukan bersama-sama, "Haila, haila, shalli 'AIa Nabi." Ini mempunyai landasan syar'i dari perbuatan sahabat, yaitu ketika mereka membangun masjid Nabawi dan memikul batu-batu di pundak mereka sambil melagukan:

"Ya Allah sesungguhnya kehidupan (yang hakiki) adalah kehidupan akhirat, maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."

Sampai ibu-ibu pun ketika mengayun-ayun anak-anaknya dan menidurkan mereka mempergunakan lagu-lagu, mereka memiliki kata-kata yang terkenal, seperti, "Ya Rabbi yanam, ya Rabbi yanaam."

Saya masih teringat di setiap bulan Ramadhan Mubarrak, masyarakat Islam membangunkan manusia di tengah malam dengan sajak dan irama genderang mereka yang membawa kenikmatan telinga.

Dan yang menarik untuk diceritakan di sini adalah suara pedang-pedang di pasar-pasar dan di jalan-jalan yang ditawarkan berkeliling. Mereka menawarkan barangnya dengan suara dan irama yang teratur, mereka berpacu sambil menyanyi, seperti juga penjual buah dan sayur-sayuran.

Demikianlah kita dapatkan seni ini, yakni seni menyanyi telah menyertai seluruh kehidupan, baik secara agama maupun dunia dan manusia pun menerimanya secara naluriah. Mereka tidak mendapatkan ajaran agama melarang yang demikian itu dan ulama mereka pun tidak memandang budaya bangsa ini sebagai suatu alternatif. Bahkan seringkali lagu-lagu itu dibumbui dengan lirik-lirik yang mengandung nilai-nilai agama, keimanan dan ruhani serta akhlaq yang mulia. Seperti bergabungnya antara jasad dengan ruh, berupa tauhid, dzikrullah, doa, shalawat kepada Nabi SAW dan lainnya Lihat Lebih Sedikit.

Referensi: Berbagai Sumber Bacaan.

Post a Comment for "Sejarah Perkembangan Musik dalam Kebudayaan Islam"