Puasa Sebagai Tirakat Tapabrata. Bagaimana Maksudnya?
Halo Sahabat Budaya! adakah yang tahu istilah Tirakat Tapabrata? apakah itu maksudnya? Ternyata Tirakat Tapabrata adalah kata lain dari Puasa, atau shaum.
Puasa berasal dari Bahasa Sansakerta yang
kemudian menjadi Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda. Orang Sunda menyebutnya
juga dengan saum. Saum itu sendiri
adalah kata benda dari Bahasa Arab sebagai bentuk tunggal dari shiyam.
Asal-usul kata ini minimal menjadi satu
matarantai yang menjelaskan bagaimana Sunda melakukan akulturasi secara terbuka
dengan budaya lain. Perkawinan seperti ini jauh lebih humanis ketimbang
pertemuan yang dilakukan dengna motif-motif politik. Yang terakhir seringkali
berujung pada apa yang dinamakan Gramsci dalam Cultural Studies sebgai
hegemoni: budaya yang lebih kuat cenderung memaksakan kehendak menjadi imam dan
yang lemah menjadi subkultur.
Puasa disamping sebagai laku tapabrata
membangun komunikasi intens dengan Yang Mahakuasa, seperti banyak ditulis dalam
naskah Sunda yang diistilahkan dengan tirakat, juga merupakan jalan (tarekat)
Sunda untuk bergabung dengan lautan kearifan yang bersifat universal.
Sejarah puasa mengajarkan bagaimana puasa
diyakini setiap agama kepercayaan sebagai langkah menciptakan ruang jiwa yang
bening. Ruang jiwa seperti ini adalah prasyarat mutlak membangun kemanusiaan
yang sehat. Siliwangi, Mundinglaya Dikusumah, Purbasari Ayu Wangi, Kian
Santang, dan Sangkuriang adalah beberapa contoh manusia Sunda yang terkenal
ahli tirakat, sebagai para pelaku puasa dalam kisahnya, sehingga pada masa nya
Ki Sunda benar-benar dapat meraih komara (kewibawaan).
Dari sini kita tahu para nabi juga rajin
berpuasa. Nabi Muhammad Saw, Nabi Musa As, Nabi Isa, Nabi Daud dan yang lainnya
rajin berpuasa. Puasa mereka kemudian menjadi daya yang memompa mereka untuk
tidak pernah lelah menyuarakan keadilan. Puasa menjadi energy ruhaniah sehingga
mereka tak pernah berhenti menawarkan hidup santun sekaligus tahan terhadap berbagai
cobaan dan pesona hedonistic yang ditawarkan musuh-musuhnya.
Basis kultural religious puasa sebagai sarana
efektif menumbuhkan kepekaan rasa. Dalam ranah kasundaan juga mendapatkan
pijakan dalam tradisi manusia sunda yang terkenal sangat ngamumule (melestarikan) dunia batin dan menjunjung tinggi
kedalaman rasa, seperti yang terpantul dari banyaknya diksi rasa dalam khasanah
sunda, seperti dalam penelitian etnografis Mustafa itu: 1) rasa teu beunang ku
beja (rasa tidak dapat diwadahi oleh wacana); 2) top elmu ngarah rasana
(ambilah ilmu untuk direguk rasanya); 4) aya rasa moal sarasa (ada perasaan
akan tetapi selalu ada ketidaksamaan); 5) rasa rumasa (rasa penuh perasaan); 6)
rasa dipalsu pangrasa (perasaan dipalsukan oleh perasaan orang lain); 7) niat
rasa tangtuna tibalik basa (kalau sudah terbalik perasaan, Bahasa pun akan
menyimpang); 9) sarasana sarasana (masing-masing perasaannya).
Dengan berpuasa, kita bukan hanya diingatkan
tentang kewajiban agama, namun juga ingatan kiolektif kita sesuhngguhnya
diinfasikan prihal kewajiban membangun dialog antarbudaya sebagai wujud nyata
menciptakan bumi kemanusiaan yang lebih elok. Dengan puasa, kita tengah
melakukan tirakat kultural sekaligus menancapkan sedalamdalamnya kesadaran
mistikal.
Sumber referensi bacaan:
Sufisme Sunda-Hubungan
Islam dan Budaya dalam masyarakat Sunda (Dr. Asep Salahudin)
Post a Comment for "Puasa Sebagai Tirakat Tapabrata. Bagaimana Maksudnya?"
Kunjungi Juga :
FB. wisnu.natural
WA. 087722452802
IG. @wisnuwirandi