Seni Wawacan: Cerita Panjang Yang Berbentuk Dangding Menggunakan Aturan Pupuh

Wawacan merupakan salah satu bentuk kesusastraan yang hadir di tanah Sunda kira-kira pertengahan abad ke-17 melalui ulama Islam dan pesantren. Wawacan adalah cerita panjang yang berbentuk dangding (menggunakan aturan pupuh). Pupuh memiliki ikatan berupa guru lagu (ketentuan vokal pada akhir larik), ikatan berupa guru wilangan (ketentuan jumlah suku kata pada tiap larik atau padalisan), ikatan berupa gurugatra (ketentuan jumlah larik pada tiap bait atau pada) dan ikatan berupa karakter pupuh. Pupuh yang berkembang di tatar Sunda sebanyak 17 pupuh, yaitu sinom, durma, maskumambang, kinanti, jurudemung, ladrang, pangikur, pucung, asmarandana, wirangrong, balakbak, gurisa, magatru, lambang, gambuh, dandanggula dan mijil.

Isi dari sebuah wawacan pada mulanya adalah tentang lukisan kehidupan dan perkembangan agama Islam. Namun dalam perkembangan selanjutnya, wawacan juga memuat tentang kebenaran kesaktian dan keagungan keluarga raja serta para kyai. Kesaktian yang dikemukakan dalam wawacan, misalnya: manusia dapat terbang, manusia berubah menjadi patung, binatang dapat berbicara, atau binatang dapat menjelma menjadi manusia. Selain itu, isi wawacan juga banyak yang berasal dari kesusastraan Jawa, seperti Wawacan Sekartaji dan Wawacan Anglingdarma. Dan, ada pula yang merupakan saduran dari cerita wayang, misalnya Wawacan Batara Kala dan Wawacan Dewaruci.

Lazimnya wawacan ditampilkan melalui media seni beluk atau mamaca yang ditembangkan oleh beberapa orang secara bergiliran. Seorang bertindak sebagai pembaca, sementara yang lain berperan sebagai penembang. Pada zaman silam, seni beluk dipentaskan sebagai hiburan dalam upacara 
khitanan, perkawinan, upacara guar bumi (mulai menggarap tanah), mipit (mulai menuai padi), ngakut (memindahkan padi ke lumbung), dan ngaruat (upacara penolak bala bagi orang tertentu agar terhindar dari malapetaka).

Wawacan yang diangkat pun sangat beragam, antara lain; Angling DharamaArjuna SasrabahuDanu Maya, Damar WulanDewaruciSangkuriangSulanjana, dll. Karena seni Beluk ini sangat erat kaitannya dengan Wawacan, maka tentu saja dalam, kesenian ini pun tidak dapat terlepas dari berbagai aturan pupuh mulai dari Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dandanggula.

Tradisi wawacan ternyata merupakan buah dari perpaduan budaya Sunda dengan Jawa serta adumanis pakem puisi lama dengan kebebasan para pesastra dalam mereka cerita. Kesenian ini cukup unik. Disebut unik, karena buku berjenis wawacan adalah barang langka untuk zaman sekarang. Langka yang menulis, langka pula yang membaca. Menulis dan membaca wawacan membutuhkan kesabaran, ketelatenan, dan membiarkan imajinasi bergerak bebas. Bahkan di luar nalar sekalipun. Di antaranya unsur 'pamohalan' seperti cerita dongeng berhamburan dalam sastra wawacan. 

Pengertian wawacan sendiri berasal dari kata “waca” yang mengandung arti “membaca” atau dibaca. Wawacan dalam bahasa sunda merupakan karya sastra sampiran yang bagiannya mengikuti pola patokan pupuh.

Cerita wawacan pada umumnya panjang, sebab terdiri dari banyak pelaku atau penokohan dan jalan caritanya yang relatif banyak terdapat bagian-bagianya. Wawacan sendiri termasuk dalam bentuk karya fiksi yang dalam cerita merupakan rekaan atau imajinasi dari pengarangnya.

Dalam sastra sunda, wawacan termasuk kedalam puisi yang isinya merupakan sebuah cerita. Conto lain puisi sunda yang merupakan suatu cerita yaitu seperti wawacan dan juga carita pantun. Sedangkan untuk contoh puisi sunda yang isinya tidak merupakan cerita yaitu seperti sajak, guguritan, mantra dan sisindiran.

Jika dilihat dari sejarahnya wawacan itu berasal dari Jawa (Kerajaan Mataram), masuknya wawacan di tatar sunda berkat pengaruh kekuasaan Mataram pada abad ke-17 M, bersamaan dengan itu juga menjadi awal masuknya bahasa jawa ke wilayah Jawa Barat hingga sampai ke pertengahan abad ke-19.

Wawacan adalah bentuk karya sastra yang sangat populer pada abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20. Sebelum orang Sunda mengenal bentuk penulisan prosa, hampir semua bentuk tulisan disusun dalam bentuk puisi wawacan dan dangding, yang dikarang menggunakan aturan pupuh.

Post a Comment for "Seni Wawacan: Cerita Panjang Yang Berbentuk Dangding Menggunakan Aturan Pupuh"