Siloka Pada Masyarakat Sunda



Kamus Umum Bahasa Sunda mengartikan siloka sebagai carita pesekeun (nyilokakeun: Ngalambangkeun). Tisna Werdatya dalam Wijining Sastra, sebagaimana dikutip Atik Soepandi (1985), memberikan penjelasan "Siloka atawa Suluk nyaeta basa sindir keneh, basa pikiraneun, ngandung harti anu jero teuleumaneun" (Siloka atau Suluk adalah termasuk bahasa kias, bahasa yang harus dipikirkan kembali tentang isi sebenarnya, mengandung arti mendalam). 

Dengan kata lain, siloka adalah semacam ungkapan yang dikemas dalam bentuk simbol dan metafora. Tentu setiap siloka bukan hanya memberikan tafsir yang beragam, namun juga dapat mendatangkan salah pengertian ketika dimaknai secara keliru dan serampangan.

Siloka juga merupakan salah satu bentuk kekayaan ragam ungkap bahasa Sunda disamping ragam lainnya yang meliputi:

  • Kacapangan (sabiwir hiji:buah bibir)
  • Sisindiran
  • wawangsalan
  • Rarakitan
  • Paparikan
  • sesebred
Nampak jelas bahwa ternyata ada relasi yang kental antara siloka dalam bahasa Sunda dan Salaka dalam bahasa arab yang artinya adalah jalan spiritual/tarekat (dalam bahasa Sunda: tirakat). Penghubungan seperti ini tidak berlebihan, sebab biasanya merumuskan pemahaman dan pengalaman batinnya dalam daya ungkap yang penuh simbol, dirumuskan dalam narasi perlambang.

Arti kata Siloka adalah pengistilahan terhadap sebuah kata atau kalimat pribahasa orang sunda yang biasanya tersembunyi maknanya, mengandung arti yang dalam, maka perlu renungan mendalam untuk memahami sebuah kata atau kalimat dari pribahasa tersebut.

Namun Siloka kerap berupa ramalan tetapi menggunakan gaya bahasa yang untuk memahaminya perlu pemikiran mendalam. Salah satu contoh dari ramalan atau Uga Jasinga

Dina hiji mangsa bakal ngadeg Gedong Hejo anu bahanna aya di Leuwi Curug, Leuwi Sangiang jeung nu sawarehna aya di Girang. Ciri ngadegna Gedong Hejo lamun tilu iwung geus nangtung nu engke katelahna awi tangtu. Didinya bakal ngadeg Gedong Hejo di tonggoheun Leuwi Sangiang” (Pada satu masa akan berdiri bangunan hijau yang bahannya ada di Leuwi Curug, Leuwi Sangiang dan yang sebagiannya ada di Girang. Tanda berdirinya bangunan hijau jika tiga rebung sudah berdiri yang nanti dikenal bambu tangtu. Disitu akan berdiri bangunan hijau diatas dataran Leuwi Sangiang”

Dari Uga Jasinga tersebut merupakan Siloka, yang setiap kata dan kalimatnya mengandung makna yang harus di tafsirkan lebih mendalam.

Post a Comment for "Siloka Pada Masyarakat Sunda"