Taraweh=Tara Sawareh. Kok Bisa ?


Teringat waktu kecil, taraweh diidentikan dengan tara sawareh. Itu terbukti, karena dalam pelaksanaannya taraweh yang diselenggarakan 23 rakaat dengan bacaan yang panjang seringkali saya rasakan, sebagai makmum yang masih kecil, bilangan rakaatnya pun tidak sempurna. Tak ubahnya puasa ayakan sebagai kepanjangan dari sagala dihakan.

Taraweh sering dilakukan dengan "penuh keriangan" dan "penuh kegembiraan". Setelah setiap empat rakaat dan imam memunajatkan doa maka biasanya makmum mengakhirinya dengan teriakan Shalli Wa Sallim Alaih'.

pernah ada masanya ketika jumlah rakaat taraweh itu dipadungdengkeun tak ubahnya dalam penentuan satu Ramadhan, sebelas rakaat kah atau dua puluh tiga. Masing-masing memiliki basis argumentasi yang diyakini sepenuh hati.

Hari ini, biarlah perdebatan tidak produktif itu menjadi bagian dari masa silam dan kita serahkan kebenaran dari semua itu diputuskan Tuhan kelak di hari kepastian. yang patut mendapat perhatian dari masing-masing kita adalah menghadirkan kekhusyuan dalam shalat dengan perut kenyang dan rakaat yang tidak biasanaya.

boleh jadi, banyak atau sedikit sama sekali tidak berguna seandainya dimensi kekhusyuan terhapuskan dari ritual shalat (taraweh). Sebagaimana kita mafhum, diksi shalat satu rumpun dengan washala yang artinya "tiba, bersatu".

Najmuddin Kubra mengatakan bahwa menurut syari'at, shalat dalah pengabdian, menurut Thariqah adalah keakraban, dan menurut haqiqah  adalah penyatuan dengan Tuhan. 

Kembali lagi ke diksi di awal, yaitu shalat TARAWEH yang biasa di kirata (dikira-kira tapi nyata) kan sebagai Tara Sawareh, merupakan fenomena kultural di Sunda khususnya yang saya alami sendiri saat kecil. Namun, fenomena kultural tersebut ternyata menjadi kenangan tersendiri dimana atmosfir Bulan Suci Ramadhan saat saya kecil begitu terasa khas. Kekhasan itu ditambah dengan hadirnya salah satu mainan tradisional yakni Colen Roda (sayang sekali saya tidak punya dokumentasi fotonya)Karena saat itu masih jarang listrik, maka colen sebagai alternatif penerangan di jalan saat menuju masigit (Mesjid). 

Fenomena kultural di Bulan Suci Ramadhan di zaman dahulu sungguh menjadi kerinduan bagi anak-anak di masanya, termasuk saya...hehehe. 

apakah teman-teman punya kenangan saat taraweh di masa kecil?? tulis di kolom komentar yah..

terimakasih..semoga bermanfaat dan mengenang masa lalu...salam lestari, salam literasi, wisnu wirandi.

Post a Comment for "Taraweh=Tara Sawareh. Kok Bisa ?"