PENGERTIAN, BENTUK, JENIS, UNSUR, TEMA, DAN NILAI ESTETIS TEATER

 Konsep Seni Teater

Drama berasal dari kata yang dalam bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris, pengertian tersebut setara dengan kata action yang berarti perbuatan atau tindakan.

Istilah drama sering didasarkan pada wilayah pembicaraan, misalnya pengertian drama naskah, yaitu salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan. Moulton, seorang dramaturg, memberikan definisi drama (pentas) sebagai hidup manusia yang dilukiskan dengan action (life presented in action). Menurutnya, pengertian drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action (segala apa yang dilihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian,kehebatan(exciting) dan ketegangan pada para penonton. Menurut Hassanudin, drama adalah karya yang memiliki dua dimensi sastra(sebagai genre sastra) dan dimensi pertunjukan. Pengertian drama sebagai genre pertunjukan lebih terfokus sebagai suatu karya yang lebih berorientasi pada seni pertunjukan(Hassanuddin via Cahyaningrum, 2009:15).

Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena sifatnya konotatif, memakai lambang, kiasan, irama, pemilihan kata yang khas, dan sebagainya berprinsip sama dengan karya sastra yang lainnya. Namun, yang ditampilkan dalam drama adalah dialogmaka bahasa drama tidak sebeku bahasa puisi dan lebih cair daripada bahasa prosa. Sebagai potret atau tiruan kehidupan, dialog dalam drama banyak berorientasi pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia terdapat istilah “sandiwara” yang diambil dari bahasa Jawa “sandi” dan “warah” yang berarti pelajaran yang diberikan secara diam-diam atau rahasia. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah tonil (toneel) yang mempunyai arti sama dengan sandiwara. Jika dibandingkan antara naskah dan pentasmaka pentas lebih dominan daripada naskah.Dalam drama tradisional atau drama rakyat yang mempergelarkan kehidupan manusiabahkan tidak menggunakan naskah. Unsur action, pergelaran, akting, dan pemeranan merupakan faktor yang dominan. 

Drama sebagai pertunjukan suatu lakon merupakan tempat pertemuan dari beberapa cabang kesenian yang lain seperti seni sastra, seni peran, seni tari, seni deklamasi, dan tak jaran seni suara (Ibrahim via Cahyaningrum, 2009:15). Sementara itu, drama menurut Astone dan George Savona (1991:51-52) adalah susunan dialog para tokohnya (yang disebut dengan haupttext) dan petunjuk pementasan untuk pedoman sutradara yang disebut nebentext atau teks samping.  

Unsur Drama

Drama mengandung unsur yang membentuk dan membangun dari karya itu sendiri atau disebut unsur instrinsik dan unsur yang mempengaruhi penciptaan yang berasal dari luar karya atau disebut unsur ekstrinsik. Kreativitas pengarang dan unsur realitas objektif(kenyataan semesta) merupakan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik karya drama meliputi penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema, amanat, dan aspek gaya bahasa (Cahyaningrum, 2009:18). 

Menurut Damono (via Cahyaningrum), ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan yang menyebabkan drama itu dapat dipertunjukan. Unsur-unsur tersebut berupa unsur naskah, unsur pementasan, dan unsur penonton. Kehilangan satu diantaranya, mustahil drama akan menjadi suatu pertunjukan. Pada unsur pementasan terurai lagi menjadi beberapa bagian, misalnya komposisi pentas, tatabusana (kostum), tata rias, pencahayaan, dan tata suara. Selain itu, unsur yang lainnya adalah unsur sutradara dan para pemain (Cahyaningrum, 2009:18).  

Pengertian Teater 

Secara awam, berbicara mengenai teaterartinya berbicara tentang sebuah tontonan pertujukan dimana orang-orang tampil dengan riasan yang unik-unik, gaya yang berbeda dari kehidupan biasa,berbicara dengan suara yang keras bahkan berteriak, bernyanyi, tertawa, dan bergerak-gerak dengan gerakan yang penuh simbol dan spektakel, berada dalam sebuah gedung yang gelap dan panggung yang disinari oleh cahaya lampu yang berwarna-warni. Apakah demikian juga gambaran Anda ketika mendengar kata teater? Atau malah pikiran Anda terbawa pada suatu gedung bioskop yang akan memutar film yang tiap-tiap ruang teater menampilkan film yang berbeda-beda atau pikiran Anda masuk pada lintasan sejarah Yunani dan Romawi, tentang gedung-gedung tua sisa-sisa peradaban Yunani dan Romawiyang megah serta peristiwa-peristiwa ritual dan aktivitas didalamnya. Atau, nama-nama grup drama seperti Teater Koma, Teater Kecil, Teater Populer, Bengkel Teater, Studiklub Teater Bandung? Atau ada di antara Anda yang merasa asing dengan kata teater?

Kalau kita menelusuri asal kata teater dalam bahasa Yunani, kita akan menemukan kata theatronyang artinya tempat pertunjukan. Ada juga yang mengartikan gedung pertunjukan atau “panggung”(stage).

Dengan demikian, dalam arti luas teater adalah segala tontonon yang dipertunjukan didepan orang banyak, misalnya wayang golek, lenong, ketoprak,ludruk,akrobat, debus, sulap, reog, dan sebagainya. Sementara itu dalamarti sempitteater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan diatas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media percakapan,gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor, dan didasarkan pada naskah tertulis dengan diiringi musik, nyanyian dan tarian.

Unsur Teater  

Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujukan dalam suatu karya (seni pertunjukan) yang ditunjang dengan unsur gerak, suara, bunyi, dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan tentang kehidupan manusia. Jadi, unsur-unsur teater menurut urutannya adalah sebagai berikut.

  • Tubuh manusia sebagai unsur utama (pemeran/ pelaku/ pemain/aktor). 
  • Gerak sebagai unsur penunjang (gerak tubuh,gerak suara,gerak bunyi,dan gerak rupa)
  • Suara sebagai unsur penunjang (kata, dialog, dan ucapan pemeran).
  • Bunyi sebagai efek penunjang (bunyi benda, efek, dan musik). 
  • Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, skeneri, rias, dan kostum).
  • Lakon sebagai unsur penjalin (cerita, noncerita, fiksi, dan narasi). 
Teater sebagai hasil karya seni merupakan satu kesatuan yang utuh antara manusia sebagai unsur utamanya dengan unsur-unsur penunjang dan penjalinnya. Dapat dikatakan bahwa teater merupakan perpaduan segala macam pernyataan seni.

Konsep teater yang dimaksud disini adalah teater dramatik, artinya teater yang berusaha mengungkapkan dan menampilkan bentrokan atau konflik-konflik nilai. Jadi, pembahasan mengenai drama bukan sebagai karya sastra, melainkan sebagai karya pentas atau pagelaran. 

Dalam drama pentas, unsur action, pemerananan, dan acting merupakan faktor dominan. Action atau tindakan–tindakan diatas pentas merupakan watak-watak manusia yang dipotret dalam panggung itu adalah watak yang saling bertikai atau konflik. Konflik manusia ini diwujudkan berupa dialog-dialog atau bahasa tutur. Jadi, salah satu yang menjadi ciri utama sebuah karya drama adalah dialog tokoh-tokoh peran yang ada didalamnya.

Teater menjadi sebuah pertunjukan seni jika mengikutsertakan peran penonton. Peran penonton tersebut menjadikan pertunjukan teater tersebut menyediakan”ruang-ruangkosong” yang akan ditanggapi penonton secara estetis. Kreativitas artistik yang dihasilkan oleh seniman melalui keterampilan dalam mengolah materi dan teknik pengungkapan di atas pentas itu akan menghasilkan tanggapan-tanggapan estetis penontonnya. Tanggapan tersebut dapat berupa tepuk tangan, terikan kekaguman, pesona dalam keheningan, dan laporan-laporan tertulis(Yudiaryani, 2007:81-82).

Bentuk Teater Indonesia Berdasarkan Pendukungnya 
  1. Teater Rakyat. Teater ini didukung oleh masyarakat kalangan pedesaan, bentuk teater ini punya karakter bebas tidak terikat oleh kaidah-kaidah pertunjukan yang kaku, sifatnya spontan, dan improvisasi. Contoh: lenong, ludruk, ketoprak, dan lain-lain.
  2. Teater Keraton. Teater ini lahir dan berkembang di lingkungan keraton dan kaum bangsawan. Pertunjukan dilaksanakan hanya untuk lingkungan terbatas. Tingkat artistik sangat tinggi serta cerita berkisar pada kehidupan kaum bangsawan yang dekat dengan dewa-dewa. Contoh : teater wayang.
  3. Teater Urban atau kota-kota. Teater ini masih membawa idiom bentuk rakyat dan keratin. Teater ini lahir dari kebutuhan yang timbul dengan tumbuhnya kelompok-kelompok baru dalam masyarakat dan sebagai produk dari kebutuhan baru serta sebagai fenomena modern dalam seni pertunjukan di Indonesia.
  4. Teater Kontemporer. Teater ini menampilkan peranan manusia bukan sebagai tipe, melainkan sebagai individu. Dalam dirinya terkandung potensi yang besar untuk tumbuh, tetapi saat initeater ini merupakan teater golongan minoritas. Ia adalah hasil pencarian yang dilakukan oleh manusia Indonesia secara terus-menerus.
Jenis Teater Indonesia

1. Teater Tradisional
Teater tradisi muncul dan berkembang di daerah-daerah tertentu dengan mengusung ciri khas daerah tersebut. Ciri-ciri khaskedaerahan terletak pada suasana yang berlangsung selama pertunjukan,stilisasi elemen-elemen pendukung pertunjukan, serta sistem pelatihan yang dihasilkan dari sistem berguru atau nyantrik. Pertunjukan teater daerah sering dianggap sebagai teater total karena terbentuk dari paduan berbagai elemen seni pendukung, misalnya tarian, nyanyian, dan akting, serta diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat serta pribadi-pribadi. Teater tradisi yang menjadi salah satu bentuk ungkap kehendak masyarakat memiliki fungsi sebagai berikut. Pertama, sebagai alat pendidikan anggota masyarakat pemilik cerita lisan tersebut. Kedua, sebagai alat penebal perasaan solidaritas kolektif. Ketiga, sebagai alat seseorang menegur orang lain yang melakukan kesalahan. Keempat, sebagai alat protes terhadap ketidakadilan. Kelima, sebagai kesempatan seseorang melarikan diri untuk sementara dari kehidupan nyata yang membosankan ke dunia khayalan yang indah. Teater tradisi merupakan hasil kreativitas dan kebersamaan suatu kelompok sosial yang berakar dari budaya setempat, seperti, dongeng, pantun, syair, tari, dan musik (Wijaya, 2007:25).

Pertunjukan teater tradisi yang diadakan di pedesaan sering dianggap sebagai teater komunal karena sifatnya yang diperuntukkan kepentingan masyarakat. Pemainnya adalah semua anggota masyarakat atau komunitas bersangkutan. Sifat pertunjukan ini improvisasi dan tanpa koreografi yang pasti. Bentuk teater komunal dianggap juga sebagai teater primitif.

Pertunjukan teater rakyat banyak terdapat di lingkungan kelompok suku di daerah-daerah di Indonesia.Teatertradisi ini biasanya dipentaskan di daerah pedesaan. Suasana ketika pertunjukan berlangsung santai sehingga menumbuhkan suasana betah bagi penontonnya. Suasana semacam itu sampai sekarang masih ditemui dalam pertunjukan ketoprak, wayang kulit, wayang orang, ludruk, dan drama gong yang di selenggarakan di desa-desa di luar gedung pertunjukan. Penonton teater daerah sering melakukan interaktif dengan pertunjukan. Mereka menonton dengan cara duduk melingkar di sekeliling panggung pertunjukan sehingga kebersamaan mereka dengan pertunjukan menjadi dekat dan kuat. Kebersamaan itu terjalin, misalnya saat mereka mengomentari adegan yang sedang berlangsung; mereka bersuit-suit ketika pemain favorit mereka muncul; mereka bertepuk tangan ketika terjadi adegan perang, perkelahian, atau ketika ada tembang yang memesona perasaan mereka, seperti pertunjukan ketoprak,ludruk,lenong, wayang wong, mamanda, dan masih banyak lagi.

2. Teater Modern Indonesia 
Apa yang dimaksud teater Indonesia? Teater Indonesia adalah teater yang “bertolak dari teater modern Barat, tetapi dalam perkembangannya semakin dipengaruhi dan memanfaatkan teater daerah/tradisional sebagai sumber” (Saini K.M., 1998: 59). Modernisasi teater Indonesia sesungguhnya mencerminkan tiga jalur perkembangan. Jalur pertama adalah jalur pembaratan yang menggeser masyarakat Indonesia yang berwajah petani menjadi wajah keterpelajaran. Jalur kedua yaitu jalur nasionalisme di masa prakemerdekaan yang telah berjalan lebih dari setengah abad. Jalur ketiga, pada saat berakhirnya satu tatanan politik negara yang berakhir dengan sebuah peristiwa benturan besar yang dikenal sebagai gerakan G30S PKI. Walaupun agak jauh jarak waktu antara ketiga jalur itu, ketiganya sekarang bertemu dan bergulat ikut mengisi pengertian baru kata ”Indonesia”. Bahkan saat ini teater Indonesia mengalami perkembangan dengan hadirnya peristiwa kebangsaan yang dikenal dengan era reformasi. Babakan baru atau jalur keempat ini menjadi penting karena makna keIndonesiaan mulai dipertanyakan dan dihadapkan dengan multikulturalisme kedaerahan yang cenderung mengedepankan ketegangan antara Indonesia dan daerah dalam wacana pluralisme, individualisme, dan demokratisasi.

Kata ”Indonesia” tidak lagi berarti bukan lagi kota ataupun daerah, melainkan sebuah bentuk dan gaya baru yang unik dalam maknanya sendiri terhadap kepekaan yang disebut kepekaan Indonesia. Pada saat seniman berkomunikasi dengan ”orang Indonesia”, ia diharapkan mampu menyelesaikan masalah bahwa orang Indonesia kebanyakan bikultural, yaitu berbicara dalam kerangka budaya Indonesia dan daerah.

Teater modern adalah teater yang tumbuh di kota-kota besar. Teater ini umumnya merupakan persinggungan budaya setempat dengan budaya Barat. Salah satu contoh teater modern adalah sastra tulis (drama) yang berbentuk lakon. Penggarapannya mengikuti konsep dramaturgi Barat. Penontonnyapun umumnya dari golongan terpelajar(Wijaya, 2007:25). 

Perkembangan drama modern (abad 19-20)dibeberapa negara adalah melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada zaman Yunani Kuno. Gaya pementasan diwarnai gaya realisme sosial dan psikologis, ekspresionisme, simbolisme dan absurd, dengan tokoh-tokohnya seperti Ibsen (Norwegia), Strinberg (Swedia ), Bernard Shaw (Inggris) juga tokoh-tokoh dari Irlandia, Prancis, jerman, Rusia, dan lain-lain.

Ciri-ciri aliran dan naskah zaman modern:   
1. Aliran realisme
Aliran ini melukiskan semua kejadian apa adanya bukan berlebihan dan bukan dengan lambang. Meskipun unsur keindahan masih mendapatkan perhatian, unsur ini tetapi diarahkan untuk meniru kehidupan yang nyata. Drama realistik diharapkan mampu mengungkapkan problem-problem masyarakat atau kehidupan yang terjadi pada suatu masa tertentu. Ada dua aliran realisme, yaitu realisme sosial dan psikologis. 
  1. Realisme sosial adalah realisme yang menggambarkan problem sosial yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan psikologis pelaku. Titik berat permasalahan dalam konflik drama itu adalah problem sosial, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, kepalsuan, penindasan, keluarga retak, politik, dan lain-lain. Aktingnya wajar dan menggunakan bahasa sederhana, bahasa sehari-hari.
  2. Realisme psikologis adalah realisme yang menekankan pada unsur kejiwaan secara apa adanya. Sedih, gembira, bahagia, kecewa, semua dilukiskan secara wajar. Dialog dan aktingnya wajar seperti potret kehidupan sehari-hari.
2. Aliran Ekspresionisme
Ekspresionisme adalah seni menyatakan. Yang dipentaskan adalah chaos atau kekosongan dalam psikologis. Aliran ini didasarkan pada perubahan sosial seperti terjadinya revolusi industri di Jerman dan Inggris, atau revolusi Rusia. Ciri-ciri aliran ekspresionisme adalah pergantian adegan cepat, penggunaan pentas yang ekstrem, dan adegan-adegan disajikan secara filmis.

Estetika Teater
Evaluasi dan analisis estetika teater merupakan perwujudan dari penggalian kembali berbagai kemungkinan kinerja teater yang telah dipertunjukkan. Selain itu, evaluasi dan analisis estetika teater merupakan pengkajian ulang terhadap pertumbuhan estetika sebagai aktivitas terapan dalam teater. Selanjutnya, evaluasi dan analisis estetika teater merupakan perbincangan yang dapat didiskusikan melalui berbagai forum atau pertemuan yang dapat menemukan berbagai perbedaan dari estetika teater.

Teater Ritual merupakan temuan mendasar dalam teater. Drama ritual muncul sekitar 2.750 sebelum masehi di Mesir. Indonesia juga memiliki kekayaan teater ritual yang kemudian menjadi pusat pembentukan masyarakatnya. Namun, teater ritual di Indonesia berkembang menjadi aktivitas ritual yang terpisah dan menjadi media untuk penyampaian pesan-pesan spiritual bahkan magis. Hal tersebut agar teater dapat berlangsung sebagaimana mestinya.  

Selanjutnya, teater ritual mendapatkan pemaknaan baru menjadi suatu peristiwa upacara dan pertemuan masyarakat yang lebih bersifat sosial–seperti penyelenggaraan kegiatan bersih desa–ketimbang bersifat religious dan antropologis. Teater sosial yang muncul pada akhir abad 18 dan berkembang pada abad 19 semakin mengokohkan peran yang diambil teater untuk menyampaikan pesan-pesan sosial–bahkan politik–agar dapat diterima masyarakat penontonnya. Maraknya teater sosial dan terjadinya pertarungan politik yang cenderung hegemonik, menjadikan teater pendidikan sebagai salah satu alternatif penyeimbang.

Teater pendidikan berada dalam dua konsep mendasar, yakni teater yang berdasarkan pada dasar-dasar kependidikan teater dan teater yang berorientasi secara spesifik untuk mengembangkan pendidikan. Teater pendidikan dapat tumbuh dalam pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Meskipun keduanya berlangsung dalam proses yang terpisah, keduanya tetap memiliki konsep mendasar yang sama. Sebagai penyeimbang, teater pendidikan dapat memasuki berbagai bentuk atau cara berteater, seperti tradisional maupun modern.

Teater kontemporer merupakan salah satu cara baru atau merupakan teater yang mencoba membuka perspektif baru dalam memperlakukan teater. Perkembangan pesat teater kontemporer dan mulai memudarnya batas-batas seni menjadikan teater eksperimental pilihan berekspresi yang terbuka dan menarik perhatian pelaku teater.

Pertumbuhan teater di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan kecenderungan-kecenderungan individu dan masyarakatnya. Begitu pula dengan cara-cara menyikapi teater yang selalu diselaraskan dengan tatanan masyarakat yang ada. Penyelarasan ini merupakan bagian dari proses belajar diantara masyarakat dalam membuka jalan bagi terciptanya keharmonisan dan peningkatan cara hidup dari yang paling sederhana menuju cara yang lebih komprehensif. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila pada awal-awal kehidupan bangsa Indonesia itu dibangun, banyak tempat-tempat pertunjukan didirikan. Disamping itu, fleksibilitas masyarakat juga memberikan peluang bagi lahirnya teater-teater dengan “warna” yang beaneka ragam.

Pada awalnya teater modern tidak lahir dari kalangan terpelajar. Namun, dengan berdirinya pusat-pusat pendidikan penting di kota-kota yang juga menjadi pusat perdagangan maka kaum terpelajar selanjutnya mengambil peran penting sebagai pembawa ekspresi intelektual. Keberadaan kaum terpelajar ini menjadi penyeimbang dan selanjutnya menjadi sosok yang memberikan nilai tersendiri dalam merebut perhatian publik yang mulai memandang kaum terpelajar sebagai masyarakat yang terpandang.

Teater tradisional yang tumbuh dalam masyarakat pinggiran kota dan desa tidak serta merta tersingkir dengan lahirnya teater modern. Bahkan, teater-teater modern yang tumbuh mampu bersinergi dengan teater tradisional. Hal ini disebabkan oleh kuatnya hubungan kultural masyarakat yang memandang nilai tradisional tersebut sebagai nilai luhur dari pendahulu mereka yang “tidak lapuk karena hujan dan tidak lekang karena panas”. Disamping itu, nilai-nilai tradisional dianggap telah memberikan makna penting dalam tatanan kehidupan mereka. 

Post a Comment for " PENGERTIAN, BENTUK, JENIS, UNSUR, TEMA, DAN NILAI ESTETIS TEATER"