RELEVANSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PARADIGMA BARU PENDIDIKAN INDONESIA
RELEVANSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
DALAM PARADIGMA BARU PENDIDIKAN
INDONESIA
(Refleksi Modul 1.1.a.3 Mulai Dari Diri)
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dan pengajaran memiliki arti yang berbeda. Pendidikan merupakan pemberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai seorang anggota masyarakat. Sedangkan pengajaran merupakan proses transfer ilmu yang berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Artinya, pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya.
“Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan
dalam masyarakat” (Ki Hadjar
Dewantara). Ungkapan tersebut penulis yakini bahwa tujuan dari pendidikan
adalah untuk menciptakan manusia yang beradab. Pendidikan dapat menjadi ruang
berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diwariskan kepada
generasi berikutnya. Oleh karena itu untuk menghasilkan manusia yang berbudaya
maka pendidikan di Indonesia tidak boleh tercabut dari akar budaya kearifan
lokal yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Maka sudah menjadi suatu yang
tepat dan penting apabila program pendidikan sekarang ini lebih menitikberatkan
pada kompetensi intelektual berlandaskan sikap dan karakter yang sejalan
nilai-nilai agama dan budaya bangsa Indonesia.
Terdapat
relevansi dari pemikiran tersebut dalam konteks pendidikan Indonesia sekarang
yakni membentuk karakter murid yang berbudaya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila. Kini kita mengenal profil pelajar pancasila dalam Kurikulum Merdeka.
Profil pelajar
pancasila bertujuan menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapkan diraih
dan menguatkan nilai-nilai luhur peserta didik dan pemangku kepentingan.
Ada enam dimensi dari profil pancasila yaitu; beriman kepada tuhan Yang Maha
esa, dan berakhlak mulia, bekebhinekaan global, bergotong royong, mandiri,
bernalar kritis dan kreatif.
Ki
Hadjar Dewantara pun mengatakan bahwa: “Kita tidak boleh meniru atau mengadopsi
sesuatu yang datang dari luar, tapi kita harus mempertimbangkan dan
mengoptimalkan potensi-potensi kultural Indonesia yang dapat dijadikan sumber
belajar”. Pemikiran tersebut memiliki relevansi dengan konteks pendidikan
Indonesia saat ini yakni mengelaborasi pendidikan terkait dengan kudrat alam
dan zaman sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Pemikiran-pemikiran
Ki Hadjar Dewantara memiliki relevansi juga dengan pendidikan yang ada di
sekolah penulis. Sekolah penulis adalah SMPN 1 Cibeber. Lingkungan masyarakat
di Kecamatan Cibeber ada sejumlah kurang lebih 20 Masyarakat Adat Kasepuhan.
Artinya, lingkungan sekolah kami sangat kental dan dekat dengan masyarakat adat
yang masih memegang teguh kearifan lokal.
Berikut ini pandangan penulis terhadap siswa di sekolah, yakni “Murid
bukanlah kertas kosong, melainkan kertas yang masih buram tinta yang tergores di
dalamnya. Disinilah peran penulis bagaimana menebalkan tinta buram tersebut
menjadi tulisan yang jelas terbaca. Artinya, pada hakikatnya setiap murid telah
memiliki bekal pengetahuan dan kemampuannya sendiri, namun potensi yang ada
tersebut perlu penulis latih dan kembangkan hingga mereka menguatkan kodratnya
dengan baik”.
Post a Comment for "RELEVANSI PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PARADIGMA BARU PENDIDIKAN INDONESIA"
Kunjungi Juga :
FB. wisnu.natural
WA. 087722452802
IG. @wisnuwirandi