Wiraga-Wirama Ki Hadjar Dewantara

Setiap insan manusia memiliki cara pandangnya sendiri terhadap dunia sesuai dengan usia dan tahap tumbuh-kembangnya. Hal ini dipahami oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai salah satu prinsip dasar dalam pendidikan. Menurutnya, proses belajar haruslah selaras dengan kodrat anak. Berbeda usia dan tahap tumbuh-kembang, maka perlu dikembangkan kurikulum dan metode pembelajaran yang berbeda.

Ki Hadjar Dewantara menyadari bahwa setiap periode usia memiliki kekhususan yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam proses belajar. Masa kanak-kanak misalnya, karakteristiknya adalah belajar melalui pengalaman langsung, cenderung menyukai hal-hal yang baru dan menarik, serta memerlukan perilaku positif dan penghargaan terhadap usahanya. Dalam hal ini, Ki Hadjar Dewantara mengembangkan curricula yang mengintegrasikan kegiatan belajar dengan karakteristik fisik dan sosial yang dimiliki anak.

Selanjutnya, pada tahap usia sekolah, pendidikan diarahkan pada memajukan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa pendidikan pada periode ini haruslah mengedepankan peningkatan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis. Hal ini tidak hanya meliputi peningkatan aspek kognitif tetapi juga perkembangan aspek afektif, sosial, fisik, dan spiritual.

Dalam pendidikan di tingkat SMA, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan siswa untuk menjadi individu yang berpikiran maju dan kritis. Dalam artian, siswa dikembangkan agar dapat berperan serta dalam merancang masa depan negara dan masyarakat dengan melibatkan filsafat dan etika. Kemudian, pada perkuliahan, siapapun diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan untuk menjadi pemikir mandiri dan kritis untuk mengatasi berbagai problematika sosial.

Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa faktor keberhasilan dalam dunia pendidikan hanya bisa dicapai jika pembelajaran berjalan dengan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Sehingga, diperlukan pemahaman yang kuat mengenai bagaimana cara membangun kurikulum dan metode pembelajaran yang relevan dan berkesinambungan sesuai dengan perkembangan anak.

Akhir kata, Ki Hadjar Dewantara mewariskan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap tumbuh-kembang dan kebutuhan siswa. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar pendidikan yaitu memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat menjadi warga negara yang berprestasi.

Setiap insan manusia memiliki cara pandangnya sendiri terhadap dunia sesuai dengan usia dan tahap tumbuh-kembangnya. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa proses belajar harus selaras dengan kodrat anak. Beliau paham bahwa dalam tiap periode usia anak memiliki kekhususan yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam proses belajar. Ki Hadjar Dewantara membagi periode usia anak ke dalam 3 tingkatan jiwa tiap 8 tahun (windu):

Wiraga-Wirama: Tingkatan Jiwa Anak (Ki Hadjar Dewantara)

1. Wiraga (periode usia 0-8 tahun)

Dalam periode ini jasmani (raga) dan indera anak tumbuh pesat sekali. Dengan demikian, mereka harus banyak bergerak (melatih otot kasar/besar), melatih otot halus, mengeksplorasi indera mereka (pendengaran, perasa, pengecap, penciuman, peraba, termasuk imajinasi), dan mengenali simbol-simbol. Tak heran jika Ki Hadjar Dewantara juga menyebutnya sebagai Taman Indria. Para guru di periode ini terus berupaya fokus pada pemberian akses dan penyediaan pengalaman belajar agar anak makin merdeka dalam mengeksplorasi “dunia”nya (diri, sesama, dan lingkungan di dekatnya).

2. Wiraga-Wirama (periode usia 9-16 tahun)

Pada periode usia ini, anak mulai berkembang pikirannya. Maka, selain melanjutkan pendidikan untuk mengakomodasi kebutuhan perkembangan jasmani dan indera mereka yang belum usai, pendidik juga mulai fokus dalam menuntun proses berpikir anak agar mereka semakin selaras (seirama) dengan sesamanya dan lingkungannya. Guru pada periode ini menuntun anak untuk melakukan, membiasakan, menginsyafi, hingga akhirnya menyadari mengapa mereka (misalnya) melakukan kebiasaan baik yang mereka lakukan di sekolah, bukan sekedar menuruti/mengikuti suatu aturan/kebiasaan saja.

3. Wirama (periode usia 17-24 tahun)

Guru pada rentang usia ini, menuntun dan menantang anak dalam hal pengelolaan diri dan pengenalan potensi dirinya. Anak dalam periode ini mulai menata bagaimana agar masa depannya senantiasa seirama dengan sesama dan semesta. Anak dipaparkan pada keputusan-keputusan mengenai bagaimana menebalkan jati dirinya di tengah masyarakat dan lingkungan. Mereka sadar bagaimana membawa diri sebagai manusia yang merdeka. Mereka sadar betul bahwa ini hidup mereka, ini negara-bangsa-dan tanah air mereka.

(sumber:https://www.salamyogyakarta.com/proses-belajar-harus-sejalan-dengan-kodrat-anak-anak/)

1 comment for "Wiraga-Wirama Ki Hadjar Dewantara"

Kunjungi Juga :
FB. wisnu.natural
WA. 087722452802
IG. @wisnuwirandi